Sinode
  • Beranda
  • Profil
    • Visi Misi
    • Sejarah
    • Pengakuan Iman
    • Kepengurusan
    • KORDA
  • News
    • Kilas Sinode
    • Pastoral
    • Ragam Peristiwa
    • Artikel Lepas
  • Galeri
  • Event
  • Leadership
  • E-Book
  • Gereja Lokal
  • Kontak
  • Click to open the search input field Click to open the search input field Search
  • Menu Menu

Archive for category: News

Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan Keji

April 18, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Penyaliban merupakan salah satu bentuk eksekusi yang terkejam yang pernah ada di dunia. Esensi dari penyaliban bukanlah kematian itu sendiri, melainkan penderitaan saat menjelang kematian. Dengan demikian, kematian merupakan suatu hal yang sangat diinginkan oleh orang yang disalib.

Berbeda dengan cara eksekusi terpidana mati pada masa sekarang, proses penyaliban memerlukan waktu yang relatif lama sehingga saat-saat penderitaanpun menjadi panjang. Dibandingkan hukuman gantung, kursi listrik, suntikan mati, kamar gas, tembak mati, pancung, dan sebagainya, yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja menjelang kematian, penyaliban membutuhkan waktu berjam-jam.

 

Budaya Penyaliban

Penyaliban adalah salah satu bentuk hukuman yang diterapkan dalam Kekaisaran Romawi, dan orang yang paling terkenal karena hukuman salib oleh pemerintah Romawi adalah Yesus Kristus. Pada zaman Yesus, para pemberontak dan pelaku kriminal dihukum dengan cara disalib.

Hukuman mati ini berasal dari negeri Persia, kemudian diambil alih oleh Yunani, dan sejak perang dengan Kartago, orang Roma pun menggunakan hukuman salib. Oleh bangsa Romawi salib dijadikan alat hukuman yang paling kejam terhadap para budak dan orang-orang asing (terutama orang jajahan) yang memberontak.

Konon, hukum Yahudi menentukan bahwa para pemuja berhala, penghujat dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayatnya segera dikuburkan (Ul 21:23). “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13).

Penyaliban kerap diawali penderaan dengan tujuan untuk memperlemah daya tahan tubuh si terhukum agar tidak dapat melawan dan sebagai bahan olok-olok. Cara mendera orang Yahudi berbeda dengan orang Romawi. Orang Yahudi tidak boleh memberikan deraan lebih dari empat puluh pukulan, masing-masing pada bahu kiri dan kanan serta dada. Sedangkan orang Romawi tidak ada batasnya; mereka boleh memukul di mana saja. Alat penderaan terbuat dari cambuk yang ujungnya diperkuat dengan batu-batu timah dengan paku-paku kecil di ujungnya atau tulang punggung binatang yang telah diruncingkan ujung-ujungnya.

Tangan terhukum diborgol dan diikat pada sebuah tiang yang tingginya berukuran kurang lebih 60 cm. Dalam posisi membungkuk  terhukum didera oleh algojo-algojo yang tidak berperikemanusiaan. Kedahsyatan penderaan dapat menyebabkan banyak luka dan darah di seluruh tubuh si terhukum, sehingga rupanya pun tak tampak (Yes 1:6; 53: 3-4. Yesus Sendiri disesah secara luar biasa, di mana Ia menerima tidak kurang dari 121 kali deraan atau tidak kurang dari 726 luka di sekujur Tubuh-Nya). Luka-luka dan aliran darah bekas penderaan tentu saja mempercepat proses kematian.

Patibulum adalah kayu palang yang beratnya berkisar antara 50-60 kg dan panjangnya sekitar 1,5 meter dengan lubang di tengahnya. Si terhukum dipaksa untuk membawa sendiri patibulum-nya ke tempat pelaksanaan hukuman mati. Tempat eksekusi biasanya sangat strategis agar mudah ditonton orang yang lewat. Di tempat ini telah dipancang tiang vertikal (stipes), yang ujungnya dibuat lebih kecil sehingga patibulum mudah dimasukkan padanya.

Kedua tangan si terhukum diikat terentang pada patibulum yang diletakkan pada bahunya. Tali dililitkan pada tangan kanan membelit lengan, melingkari dada, lalu membelit lengan kiri, mengikat tangan kiri; ujung tali diikat pada pergelangan kaki kiri, sehingga ia terpaksa berjalan membungkuk, tidak bebas dan menimbulkan tertawaan khalayak ramai yang menyaksikannya.

Tiba di tempat hukuman si terhukum dibaringkan. Lebih dahulu tangannya direntang, dipaku dan/atau diikat pada patibulum di atas tanah, kemudian patibulum dengan orangnya diangkat dan ditancapkan pada tiang stipes melalui lubang patibulum itu. Sesudah itu kaki si terhukum dipakukan pada tiang stipes.

Ada sebatang kayu kecil (sedicula) ditempelkan pada bagian pantat atau pun telapak kaki. Dengan demikian lengan si terhukum tidak mudah sobek dan ia akan bertahan lebih lama pada salib. Kemudian si terhukum dibiarkan tergantung pada kayu salib sampai ia wafat. Untuk mempercepat proses kematian, si terhukum seringkali disesah dan kakinya dipatahkan (crurifragium) (bdk Yoh 19: 31-32).

Bagi yang tidak punya kuburan, mayat si terhukum seringkali dibiarkan membusuk, bahkan menjadi mangsa serangga dan binatang buas. Namun, kerap juga kaum kerabat atau keluarga meminta izin dengan memberi sejumlah uang kepada penguasa, supaya mayat si terhukum dapat dikuburkan.   (Berbagai  Sumber/wic/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/04/penyaliban.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-18 08:16:122025-04-28 03:53:12Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan Keji

Pentahbisan Gembala Jemaat Gereja Bethany Nginden Surabaya

April 18, 2025/in Kilas Sinode, News

KALEIDOSKOP, BETHANY.OR.ID-“Sekaranglah sudah waktunya. Sebab selama 15 tahun terakhir ini saya berdoa, siapa yang akan mau menggantikannya.  Namanya bukan lagi Aswin Tanusepura, tetapi David Aswin Tanuseputra.” Demikian ucapan singkat Ketua Dewan Rasuli Sinode Gereja Bethany, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra, ketika mentahbiskan Pdt. Aswin Tanuseputra sebagai Gembala Sidang Gereja Bethany Nginden dan Cabang-cabangnya di hadapan Dewan Rasuli Gereja Bethany dan MPS (Majelis Pekerja Sinode), serta ribuan jemaat di Graha Bethany Nginden Surabaya pada 12 Juli 2012.

Pdt. Abraham Alex Tanuseputra kemudian melepas jubah dan stola yang dikenakannya, lalu mengenakannya pada Pdt. David Aswin Tanuseputra, sebagai tanda diserahkannya tugas dan tanggung jawab penggembalaan di Gereja Bethany Nginden Surabaya dan Cabang-cabangnya.  Walaupun demikian,  menurut  Pdt. Abraham, dia akan tetap berada di belakang guna mendukung pelayanan yang dilakukan oleh  Pdt. David Aswin Tanuseputra, juga tetap aktif sebagai Ketua Dewan Rasuli Sinode Gereja Bethany Indonesia.

Sementara itu, Pdt.Jusufroni yang ikut hadir selaku pembicara, menyatakan: “…..yang terpenting, apa yang dilakukan Pdt. Abraham Alex Tanuseputra adalah memang suara Tuhan, waktu Tuhan dan kehendak Tuhan.” Dilanjutkannya: “ Kalau tongkat komando (serah terima gembala sidang; red.)  itu diberikan, itu tandanya organisasi gereja sehat.”

Dengan pentahbisan gembala sidang yang baru, sejak  hari itu Gereja Bethany Nginden dan Cabang-cabangnya memasuki babak  baru.
Acara yang diadakan bersamaan dengan “Ibadah Doa Malam”  tersebut berlangsung dengan hikmat dan dihadiri oleh seluruh pendeta Sinode Gereja Bethany Korda Surabaya  dan jemaat.

Mengenai latar belakang bagaimana Pdt. Abraham menyerahkan tanggung jawab penggembalaan kepada putra keduanya itu, dipaparkannya, bahwa sewaktu berada di Gereja Bethany  Manado usai pentahbisan Gereja Bethany di Provinsi Sulawesi Utara itu, ia berencana akan mengurapi 20 Pendeta setempat, namun ternyata yang maju  ke hadapannya adalah  3000 orang jemaat, pada dia harus melayani mereka seorang demi seorang.

“Hadirat Tuhan luar biasa! Semula hanya sekitar 20 orang saja yang hendak saya urapi, tetapi yang maju justru 3000 orang. Lawatan yang kuat itu saya rasakan sampaipun saya hendak kembali ke Surabaya. Hingga di dalam pesawat pun, saya mendapat suatu pernyataan: ‘Sebelum Daud meninggal, Salomo ditunjuk untuk menggantikannya seperti tertulis dalam I Raja-raja 2:1-4.’ Jadi,  saya pikir, saya disuruh kotbah tentang Daud dan Salomo. Setelah beberapa saat berdoa, ternyata saya baru mengerti, bahwa saya harus seperti Daud yang menunjuk Salomo untuk menggantikannya. Lalu saya bertanya, Salomonya siapa? Saya pikir hamba Tuhan yang mampu mengatur dan bisa berkotbah! Tetapi, ketika saya bertanya lagi, ‘Salomo siapa?’  Suara Tuhan jelas: Itu di sebelahmu! Pada hal, yang duduk bersebelahan dengan saya ialah Aswin. Saat itu juga saya berbicara langsung  kepadanya, bahwa saya disuruh Tuhan untuk memilihnya. Dengan berbagai alasan dia menolak, sebab merasa tidak mampu. Tetapi saya katakan, Tuhan memang memilih yang tidak mampu agar bisa dipakaiNya.” Demikian Pdt. Abraham Alex Tanuseputra menceritakan asal mula dipilihnya Pdt.  Aswin Tanuseputra, anak keduanya, untuk menggantikan dirinya. (wic)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2014/12/Pentahbisan-Gembala-Nginden.jpg 488 750 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-18 08:14:332025-04-28 05:24:20Pentahbisan Gembala Jemaat Gereja Bethany Nginden Surabaya

Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hari

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Mendengar kata puasa, maka yang ada dalam benak seseorang secara umum adalah tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan keyakinan yang dijalankannya.
Namun bagi orang Kristen tentu saja memiliki konsep tersen diri tentang puasa.

Kitab Ester pada pasal 4 menyebutkan tentang  wanita bernama Ester  yang berada di bawah suatu ancaman. Ancaman tersebut sangat serius, karena dia akan dibunuh. Terlebih menakutkan, karena ancaman itu dikarenakan yang akan dibunuh bukan hanya Ester, akan tetapi  seluruh kaumnya akan dibunuh oleh Hamano,  orang yang cukup berkuasa saat itu. Lalu, apa yang kemudian dilakukan oleh Ester?  Diambilnya jalan yang tepat, yaitu melakukan doa puasa.

Terdapat tiga hal penting yang perlu diketahui dalam Ester pasal 4 dan 5, yaitu  selama Ester melakukan doa puasa, maka: (1) Ester yakin, bahwa melalui doa puasa itu dia akan diberi solusi atas permasalahananya; (2) Ester mengucapkan permintaannya; (3) Ester dapat membalikkan situasinya, yakni  orang yang tadinya akan membunuh Ester dan seluruh kaumnya, akhirnya dia sendiri yang mati.

Dalam Matius 6:16, Yesus berbicara tentang berpuasa dan menekankan agar murid-muridNya juga berpuasa. Mengapa Yesus mendorong mereka untuk berpuasa? Karena,  memang terdapat beberapa jenis permasalahan  yang hanya dapat diselesaikan dengan doa puasa. Terkadang Tuhan menginginkan kita untuk terus mencariNya, lebih merendahkan diri lagi di hadapanNya dengan cara berdoa disertai berpuasa. Berpuasa adalah perbuatan seseorang yang dengan sukarela tidak makan atau tidak minum dalam periode waktu tertentu. Berpuasa berarti menahan diri tidak makan dan tidak minum, dengan tujuan yang sangat jelas, yakni untuk terfokus kepada hal-hal yang rohaniah dengan mencari Tuhan.

Ada 3 jenis puasa di Alkitab:
Puasa Normal. Disebut puasa normal apabila seseorang dalam periode waktu tertentu tidak makan, tetapi tetap minum air putih.
Puasa Parsial. Puasa dengan tidak makan-makanan tertentu. Daniel pernah mengambil bagian dalam puasa ini. Dia tidak makan-makanan yang dihidangkan raja selama 21 hari dan hasilnya sangat baik.  Daniel menjadi 10 kali lebih hebat dari pada orang-orang seusianya. Ia lebih berhikmat.
Puasa Total. Puasa ini dijalani dengan tidak makan dan tidak minum. Apabila ditanyakan, mana yang lebih baik dari antara 3 jenis puasa itu?  Tuhan tidak melihat dari jenisnya, akan tetapi melihat dari hati pelakunya. Albert Einstein pernah berkata:  “Hanya orang gila yang ingin ke depan lebih baik tetapi ia tidak mau berubah.”  Banyak orang ingin lebih makmur, lebih bahagia, lebih sehat, tetapi tidak melakukan usaha untuk bisa mencapai keinginannya. Sebab itu, penting sekali niat, usaha, dan tindakan kita saat masuk dalam doa puasa, karena melalui doa puasa kita dapat menunjukkan kepada Tuhan, bahwa kita sedang bersungguh-sungguh mencari Dia (Baca 2 Tawarikh 20:3).

Melalui Yesaya 58:6-8, kita menemukan sembilan tujuan utama yang akan dicapai melalui berpuasa, yaitu:

Membuka Belenggu Kelaliman.

Melalui doa puasa, kita akan dibebaskan dari keterikatan. Banyak orang terikat dengan kebiasaan buruk seperti  minuman, obat, rokok dan lain-lain. Masuklah dalam doa puasa, maka anda akan mengalami kelepasan, karena tidak ada ikatan yang terlalu kuat dan terlalu kokoh yang membuat  Tuhan tidak dapat melepaskannya.

Melepaskan Tali-Tali Kuk.

Melalui doa puasa, kita akan terbebas dari beban yang berat. Bila pergumulan yang kita hadapi itu berat sehingga kita sulit menemukan jalan keluarnya, masuklah dalam doa puasa. Percayalah, bahwa beban itu akan terlepaskan dan Tuhan akan menaruh berkat kepada kita.

Memerdekakan Orang Yang Teraniaya.

Melalui doa puasa, setiap jiwa-jiwa yang tertekan dan tertindas akan dibebaskan. Melalui doa puasa kita juga akan memenangkan jiwa. Berdoalah bagi anggota keluarga kita yang belum bertobat. Berpuasalah untuk mereka, maka kita akan melihat Tuhan akan mengerjakan pertobatan dalam keluarga kita.

Mematahkan Kuk.

Ada orang-orang yang hidupnya tidak berkekurangan, semuanya serba ada, tetapi setiap hari mengalami stres, khawatir, banyak pikiran. Masuklah dalam doa puasa, maka kita akan melihat Tuhan akan gantikan dengan sukacita.

Membantu Orang Miskin.

Pada waktu kita berdoa puasa, selama tidak makan dan tidak minum, kita akan merasakan lapar. Dengan demikian kita mengetahui tentang  penderitaan yang dialami orang-orang miskin yang kesulitan mendapatkan makanan, sehingga muncullah belas kasihan dari hati kita untuk berbagi dengan orang yang berkekurangan. Firman Tuhan mengatakan, kalau kita membantu orang yang lemah, kita sedang memiutangi Tuhan. Tuhan akan membalas perbuatan kita itu.

Mendapatkan Terang.

Apabila kita mau mengambil keputusan yang penting, masuklah dalam doa puasa dengan bersungguh-sungguh untuk mencari Tuhan. Dengan demikian kita akan mendapatkan terang guna melihat apa yang menjadi kehendak Tuhan, sehingga dapat mengambil keputusan.

Lukamu Akan Pulih Dengan Segera

Kita mendengar terdapat banyak kesaksian akan kesembuhan yang dialami seseorang karena dia masuk dalam doa dan puasa. Siapapun kita dan apapun penyakit yang kita alami, masuklah dalam doa puasa, maka kita akan mengalami pemulihan dari Tuhan.

Kebenaran Menjadi Baris Depan

Pada waktu kita masuk dalam doa puasa dengan usaha dan niat yang sungguh kepada Tuhan, kita akan mendapatkan banyak pemahaman-pemahaman akan  kehendak Allah. Itu menjadi motivasi bagi seseorang untuk terus hidup dalam kebenaran. Dan inilah yang membedakan dengan orang kristen lainnya yang tidak pernah berdoa puasa.

Kemuliaan Tuhan Di Belakang Kita.

Menjadi disukai oleh  Tuhan, apabila kita mendekat kepadaNya. Kesungguhan hati kita
akan menggerakkan hati Tuhan untuk memproteksi hidup kita dengan kemuliaanNya.
Tetapi, di samping keuntungan yang diberikan Tuhan saat kita masuk dalam doa dan puasa, maka kita pun harus berhati-hati, agar tidak tetrjebak pada kesalah pahaman dalam berpuasa, yaitu: Pertama; orang bisa salah paham pada Tuhan dan menganggap doa puasa untuk merubah Tuhan. Yang benar, bahwa  doa puasa itu untuk merubah diri kita. Kedua; orang bisa cenderung memandang sebelah mata kepada orang lain karena menganggap dirinya lebih mampu berpuasa daripada orang lain.  Ketiga; terjebak pada legalisme (pengakuan kekuasaan) dengan menghendaki sekitarnya untuk bertoleransi kepada dirinya yang sedang berpuasa.
Masuklah dalam doa puasa, sehingga kita akan menikmati berkat yang sudah dipersiapkan Tuhan  dengan melalui doa dan puasa. Maju terus dalam Tuhan. (berbagai sumber/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2019/03/sehat.jpg 1575 2362 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:17:092025-04-28 02:18:42Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hari

Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata Bermanfaat

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

PENGETAHUAN,BETHANY.OR.ID-“Pada pagi-pagi hari dalam perjalananNya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara, lalu pergi ke situ,  tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun   saja. KataNya kepada pohon itu: “Engkau tidak akan berbuah lagi   selama-lamanya.” Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu.   Melihat kejadian itu, tercenganglah murid-muridNya, lalu berkata: “Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi  kering?” Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu,  sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara  itu.” (Matius 21:18-21).

FIRMAN di atas bagaikan kisah aneh bin ajaib dalam cerita-cerita Seribu Satu Malam (The Arabian Nights)  jaman kalifah (raja) Harun al-Rasyid (786-809) dari Bagdad,  Irak (dulu Mesopotamia) di  pertengahan Abad 8-9. Padahal bukan begitu! Riwayatnya jauh sebelum kisah Seribu Satu Malam. Malahan, dikisahkan sejak Adam dan Hawa berada di dunia, pohon itu sudah dikenal. Buahnya boleh dikata sebagai andalan di daerah negara-negara dan bangsa-bangsa Timur Tengah atau Laut Tengah pada zaman era Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Kelanjutan kisah firman di atas dari Markus 11: 20-21 yang bercerita: Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-muridNya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia     berkata kepada Yesus: “Rabi. Lihatlah, pohon ara yang Kau kutuk itu sudah kering.” Yesus  menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah!….” (dan seterusnya).
Kalau pohon ara merupakan andalan, lalu orang bertanya, mengapa tiba-tiba saja Yesus marah dan mengutuk sebatang pohon ara yang tak berbuah yang tumbuh dekat dengan desa Bethany itu? Harapan Yesus dan murid-muridnya dalam perjalanan itu bisa menemukan buahnya untuk pengisi lapar mereka dan sekaligus berteduh dari sinar matahari. Tetapi harapan itu pupus, karena pohon yang diharap-harapkan buahnya tersebut ternyata kali itu tidak berbuah. Salahkah pohon itu sehingga tidak berbuah?  Permasalahannya bukan untuk mengangkat tentang kemarahan dan kutukan Yesus, akan tetapi ditekankan pada apa yang menjadi jawaban Yesus guna memberikan contoh kepada para muridNya tentang keyakinan diri untuk percaya pada Allah, maka mereka juga akan mampu mempunyai kekuatan seperti yang diperbuatNya.
Pertanyaan selanjutnya, apabila dalam peribadahan firman tersebut juga sering dibaca, namun tahukah para jemaat dan anda, apa dan bagaimana bentuk pohon ara?
Penulis salah satu Kamus bahasa Inggeris-Indonesia menyebut “ara itu buah kurma”! Itu salah besar.  Dikarenakan termuat dalam Alkitab yang anda simak, maka agar tidak salah kira, sebaiknya Tabloid memberikan sekilas pengenalan tentang pohon tersebut.

Kisah Dalam Alkitab

Alkitab mengisahkan tentang pohon ara, meskipun dengan berbagai nama dan berbagai jenisnya. Sebagai contoh dari bahasa Ibrani, disebutkan nama enah atau enim, paggim, suke dan sukon. Dalam bahasa Arab disebut tin. Kesemuanya mengemukakan, bahwa buah pohon ara itu menjadi andalan di daerah yang kering tropis atau lembabnya sub tropis, khususnya di Asia Minor, seperti Iran, Irak, Yordania, Siria , Palestina, Israel, sebagian Mesir dan sekitar Laut Tengah (Mediterania) seperti Yunani hingga Spanyol.

Untuk pertamakalinya pohon ara disebut dalam Alkitab, yakni dalam Perjanjian Lama, di mana daunnya yang lebar itu digunakan penutup aurat Adam dan Hawa ketika sudah tahu akan malu akibat terjerumus dalam dosa.

Kejadian 3:7 mengisahkan: Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.

Kemudian disebutkan tentang pohon itu di “tanah harapan” (bumi Palestina) yang didamba-kan oleh orang-orang Israel zaman Musa, sebagaimana dalam Ulangan 8:8 sebagai berikut: “..suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya….”.

Dikisahkan pula, bahwa ketika Musa memerintahkan dua orang mata-mata untuk meneliti tanah Kanaan, sesampainya mereka di lembah Eskol pada perjalanan pulang, memotong beberapa cabang dan buah-buahan pohon anggur, buah delima dan buah ara sebagai bukti kesuburan tanah di situ (Bilangan 13:23).  Lalu kisah keluh-kesah orang-orang Israel kepada Musa, yang katanya tempat pengungsian dalam eksodus itu “bukan tempat untuk menabur, tanpa pohon ara dan delima” (Bilangan 20:5).  Begitu pula saat negara Mesir pimpinan Firaun diterpa kutukan (tulah) berupa wabah, maka pepohon ara di tempat itu bertumbangan, sama dengan ancaman hukuman bagi orang-orang Israel yang tidak setia, antara lain dengan kata-kata: “…akan memakan habis pohon anggurmu dan pohon aramu.” (Jeremia 5:17). Begitu pula dalam kisah Amos ketika menjawab pertanyaan Amazia, imam di Betel (Amos 7:14): “Aku ini bukan nabi dan aku tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.” Lalu dalam Perjanjian Baru dikisahkan tentang peranan pohon ara, yakni ketika Yesus diiringi para muridNya memauski kota Jerikho. Di jalan itu penduduk mengelu-elukan dan menutupi pandangan pimpinan pemungut pajak yang bertubuh pendek bernama Zacheus. Dia ingin melihat bagaimana sosok Yesus itu. Dalam Lukas 19: 4-5 dikisahkan: Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ…”

Apabila berkendara beberapa kilometer sepanjang desa-desa pegunungan di Palestina, di mana para petani berkebun pohon ara, maka dapat diketahui entah berapa tahun untuk menjadikan pohon yang tumbuh dengan lambat itu hingga menjadi berbuah. Namun, bukan pohon dan buahnya ditinjau hanya dari segi komersialnya, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri, karena dipercaya pohon itu pembawa kedamaian dan rejeki. Di zaman raja Solomo dari Israel, kaum Yudah dan Israel berkeliaran dan berbincang bersama di bawah naungan pohon anggur dan pohon ara.

Pendek kata, banyak sekali disinggung tentang pohon ara dalam Alkitab. Berarti, pohon tersebut sebagai andalan atau pohon favorit bagi bangsa-bangsa di sana. Buktinya, dalam Yohanes 1:48 dikisahkan, bahwa disebabkan daunnya yang lebat, maka pada musim kemarau, para pemilik pohon itu di mana saja terlihat duduk-duduk berteduh di bawahnya. Nampaknya duduk atau berkumpul di bawah pohon ara akhirnya menjadi tradisi masyarakat..

Bentuk dan Manfaatnya

Pohon itu memang tidak tumbuh di daerah tropis Asia, termasuk di negara kita, kecuali  di belahan barat daya Asia (Asia Minor), tempat yang diperkirakan asal mula keberadaan pohon ara. Kemudian menyebarlah ke kawasan sekitar Laut Tengah (Mediterania).
Jenis pohon ara Ficus carica, termasuk keluarga Urticacaeae, yang menghasilkan ara yang umum, di mana masuk pula keluarga jenis itu seperti pohon beringin, pohon karet liar India (rubber fig-tree), jenis sycomore dan tetumbuhan lain yang bermanfaat bagi manusia.
Kini pohon ara dibudidayakan di seluruh kawasan Israel dan Palestina, terutama di kawasan pegunungan, seperti Gunung Olivet. Pada abad 16, diperkenalkan di  Amerika Utara untuk budidaya buahnya dan menjadi barang dagangan laris mulai tahun 1900 hingga kini. Begitu pula di Spanyol, di mana pohon itu dinamai brebas.
Ara yang liar yang bentuknya seperti tumbuhan belukar, bertumbuhan di mana saja, yang pada umumnya tidak berbuah atau disebut oleh orang fellahin sebagai “pohon lelaki”. Sejak zaman dulu, para petani perkebunan ara itu sudah menggunakan pupuk.

Bahasa Inggerisnya pohon ara disebut Fig. Dari bahasa Latin (ilmiahnya) Ficus.  Masih menjadi keluarga tumbuhan mulberry (Moraceae). Tetumbuhan itu berbentuk mulai jenis perdu sampai dengan pohon kerdil yang selalu berdaun hijau di segala musim. Bermacam bentuk atau jenis buahnya, dari yang seperti buah peer, bulat seperti jeurk keprok ukuran kecil, bentuk kecil-kecil seperti duku atau langsat, sampai dengan  yang kecil-kecil  sebagai buah pohon beringin. Buah-buah tersebut sebagian besar bisa dimakan mentah-mentah, ataupun dimasak atau diproses dulu. Jenis buahnya yang seperti buah peer, meskipun berukuran lebih kecil, sejak dulu sudah dibudidayakan. Dari  beberapa jenisnya, umumnya jenis yang dijadikan barang dagangan adalah Ficus carica. Sejak zaman dulu, berbagai jenisnyabuah ara ada yang dibuat sebagai bahan kue. Terbukti ketika Abigail memberi bekal kepada Daud dan orang-orangnya ketika berjaga-jaga terhadap keamanan negeri itu, menurut 1 Samuel 25: “…lima sukat bertih gandum, seratus buah kue kismis dan dua ratrus kue ara…”. Lalu ketika Yesaya mengobati raja Yehuda, Hizkia, malahan menggunakan kue ara untuk obat, dengan memerintahkan orang-orang raja itu melalui kata-kata: “Baiklah diambil sebuah kue ara dan ditaruh pada bara itu, supaya sembuh!” (Yesaya 38: 21).

Ara di Indonesia?

Kalau tak salah, beberapa orang dari penduduk di lembah Pegunungan Dieng, provinsi Jawa Tengah yang dingin,  menanam tumbuhan famili Carica itu. Bukankah pohon ara masuk dalam keluarga Ficus carica? Mereka menggolongkan saja sebagai jenis buah papaya (Carica papaya) karena daunnya lebar seperti daun papaya maupun daun ara,, meskipun isi buahnya berbeda. Biasanya dikeringkan dulu, atau bisa juga dimakan sewaktu masih segar. Mereka percaya, buah itu untuk obat, antara lain anti penyakit jenis kanker dan lain-lain. Penduduk menjadikannya produk industri-perumahan (home industry) dalam bentuk potongan-potongan buah itu dan dimaniskan serta menjualnya di kota-kota di Jawa Tengah hingga Jakarta. Tidak jelas, oleh siapa dan kapan jenis tumbuhan itu dibawa ke Dieng Plateau.
Tetapi, ada pohon (kini terbanyak hanya di hutan tutupan atau cagar alam) yang juga terdapat di Sumatera dan Jawa yang  disebut “Ara’. Daunnya tidak lebar dan pohonnya bisa tinggi sekali. Kalau berbuah, menempel pada batang atau dahan pohon, bergerombol, seperti buah duku atau langsat (Lansium domesticum). Di Jawa biasanya disebut buah “elo” yang besarnya sama dengan duku,dan bila sudang matang terasa agak manis. Bila setengah masak, biasanya dipakai pelengkap buah-buahan untuk rujak. Sekarang pohon ini yang ada di pemukiman penduduk sudah jarang atau malahan sudah punah. Yang jelas, bukan ara yang dimaksud dalam Perjanjian Baru itu.

Wujud Ara

Pada era yang dikisahkan dalam Perjanjian Baru itu, mungkin jenisnya adalah pohon ara liar yang dinamai Caprifig. Karena pada era pengajaran Yesus Kristus, tumbuhan tersebut belum dibudidayakan, tetapi tumbuh secara liar di kawasan pegunungan Israel.
Pohon itu terdiri dari satu atau beberapa batang dengan tinggi maksimum antara 4,9 hingga 9 meter. Daunnya lebar bercabang (terpecah-pecah) dalam tiga lima lembar dan  kasar, hampir sama bentuknya dengan daun papaya (Carica papaya) atau daun pohon sukun (Artocarpus communis). Karena berdaun lebat, maka dulu kala, pohon ara liar itu juga tempat untuk berteduh. Di Palestina terdapat jenis pohon ara, berbeda-beda rasa manis  maupun warna buahnya. Sebagian enak dimakan, sebagian lagi tak enak. Karena cuaca di kawasan tersebut berhawa hangat dan panas, maka pohon ara bisa berbuah dua kali dalam setahun, dan masak ada yang dalam bulan Juni dan ada yang dalam bulan Agustus.

Buahnya (terutama bila sudah dikeringkan) mengandung kadar gula yang tinggi, vitamin calcium, zat besi serta zat tembaga. Di Amerika Serikat sebagai contoh, buah ara digunakan sebagai bahan roti ataupun dikalengkan.  Sedangkan buah ara yang bermutu jelek atau limbah dari proses industrinya, dijadikan makanan sapi, babi dan ternak lainnya, karena mengandung gizi yang tinggi. Dalam setahunnya, buah-buah ara dipanen dua kali. Untuk dijadikan produk makanan, masing-masing jenis membutuhkan berbeda cara pengolahannya.
Terdapat 4 keluarga besar ara (figs), yakni Caprifig, Smyrna-fig, San Pedro-fig serta Biasa (Common-fig)  atau liar. Cara berbuahnya karena terjadinya persilangan yang dibawakan oleh lebah-lebah kecil  jenis Blas tephaga psenes. Lebah-lebah itu menyedot sari putik bunga (jantan) yang ada diujung bakal buah, lalu menyebarkannya ke bagian dalam dari putik bunga (betina).

Karena berasal dari tanaman liar, pohon ara paling suka tumbuh di atas pangkal pohon yang rebah dan sudah membusuk. Tumbuh di tanah yang kering,, saat buahnya mendekati matang,  hujan pun menjadi tabu buatnya. Jenis Smyrna-fig hanya berbuah pada musim kemarau, sedang buah dari jenis Common-fig dan San Pedro-fig harus diolah terlebih dulu.

Jenis pohon ara yang kecil (sebagai tanaman perdu) berbuah seperti buah cherry. Bila matang, buahnya berjatuhan, malahan bisa menggelinding didorong angin yang cukup kuat. Buah-buah yang berjatuhan itu biasanya yang dimakan, dan sering dilihat di pasar-pasar tradisional di Yerusalem. Juga yang dibuat untuk bahan kue (disebut bhelah).
Begitu banyak atau meluasnya keluarga dan jenis lain dari ara, yang buahnya tidak dimakan manusia, karena berjenis pohon karet Indian rubber tree (F. elastica), di mana banyak halaman keluarga di Asia ditanami pohon karet jenis itu, sehingga disebutlah “karet Assam”. Sedangkan umat Hindu menjadikan salah satu keluarga pohon ara, yakni  F. benghalensis atau banyan tree atau pohon beringin, sebagai pohon yang keramat. Pohon ini bisa tumbuh dari daratan India ke arah timur, yakni sampai dengan Indonesia bagian barat dan timur. Begitu pula peranan pohon beringin, karena teduh dan banyak burung memakan buahnya, maka di bawahnya bukan sekedar tempat berteduh, tetapi juga berkumpul. Di desa-desa di India maupun di Bali, sering dijadikan pasar kecil. Jadi, juga sebagai tempat kedamaian.

Begitulah sekilas pohon ara sebagaimana tersebutkan dalam Alkitab. Pohon yang buahnya menjadi semacam icon ataupun andalan. Seumpama di sana dulunya bisa tumbuh buah mangga seperti di Indonesia, barangkali buah manggalah yang menjadi icon! (Lit.: Encyclopedia Americana, Americana Corp. (1978);Grolier Encyclopedia of Knowledge, Grolier Incorp. USA; Indonesian Heritage,Plants; Grolier; The Lion  Encyclopedia of the Bible, A Lion Book (1978)as/aw/sgbi).

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/05/pohon-ara.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:562025-04-28 02:19:15Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata Bermanfaat

Dimanakah Gunung sinai itu?

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID-Tiga bulan sejak meninggalkan bumi Mesir di bawah pimpinan Musa yang mampu menghindar dari penyergapan pasukan Firaun Rameses II, rombongan ribuan orang Israel berikut ternak yang dibawanya, beristirahat di kaki “Gunung Sinai” yang dikelilingi gurun. Mereka memasang tenda-tenda besar dan menempati areal puluhan hektar gurun itu, menunggu perintah Musa untuk melanjutkan perjalanan menuju tanah Kanaan. Di puncak gunung itulah Musa menerima 10 Hukum dari  Allah.

Situasi Sinai kini sudah jauh berubah, meskipun secara geologis tidak berubah sejak era Perjanjian Lama. Semenanjung gurun itu berbentuk segitiga, di mana di bagian utaranya merupakan “jembatan” antara benua Afrika dengan benua Asia. Berbatasan dengan Teluk Suez di barat-daya, Laut Merah di selatan, Teluk Aqaba di tenggara dan Laut Tengah di utara.

Luasnya 60.714 km2 dalam bentuk dataran paling tinggi 2.637 meter di Gunung Katarina (Mount Catherine). Dua pertiga wilayahnya berbentuk dari ketinggian melandai rata-rata 900 meter hingga ke pantai Laut Tengah. Kawasan tersebut berbentuk perbukitan dan jurang-jurang yang ‘kasar” di arah selatan, dengan puncak gunung tertinggi 2.286 meter di Jabal (Jubal) Musa. Buminya rata-rata panas dan hujan hanya 245 mm setahunnya. Kalau zaman bahuela boleh dikata tak berpenghuni, namun kini berpenduduk 200.493 jiwa (1986), termasuk kelompok-kelompok nomad bangsa Badui yang hidup dari penggembalaan ternak dan sebagian menanam gandum di tempat-tempat yang ada sumber airnya. Di era kerajaan Mesir kuno, menguasai bagian utara dan barat semenanjung itu.

Gaya Cerita Detektif.

Di semenanjung tandus itulah terletak Gunung Sinai. Tapi, dari begitu banyak jajaran pegunungan, mana yang disebut dalam Perjanjian Lama itu sebagai tempat Musa menerima perintah Allah? Memang ada perkiraan, Gunung Sinai itu kalau bukan yang disebut Jabal Musa yang puncaknya cukup tinggi, atau puncak Ras es-Safsafeh. Keduanya terletak di bagian selatan semenanjung tersebut.

Mencari secara tepat lokasi itu, bagaikan gaya cerita detektif dengan menjejaki kisah Perjanjian Lama, sebagaimana yang dilakukan ahli sejarah Gordon Gaskill bersama isterinya (awal 1973). Hasil penyelidikan keduanya yang ditulis berjudul “Gunung Mana Yang Telah Didaki Musa?”  itu secara ringkas kami kisahkan kembali dalam Tabloid.
Berbekal petunjuk dari Alkitab, peta dan rasa ingin tahu, keduanya menuju Gurun Sinai. Lokasi yang dihormati oleh penganut Taurat (Yahudi), Kristen dan Muslim, di mana Musa berbicara dengan Allah dan menurunkan sepuluh hukum.

Dalam Injil disebut nama puncak  Gunung Sinai dan kadangkala Gunung Horeb. Karenanya, mereka tanpa berharap sukses menapak-tilas perjalanan Musa lebih dari 3200 tahun lalu, mengarahkan perjalanan-nya ke puncak Jebel Musa (Gunung Musa) yang terletak di ujung selatan Semenanjung Sinai. Sekaligus mengunjungi lusinan bukit-bukit di mana para pakar yang berbeda-beda mengklaim, bahwa gunung atau puncak bukit yang dipercayai mereka sebagai Gunung Sinai. Pada hal, jarak antara satu dengan gunung yang dipercaya tersebut terpisah sekitar 250 kilometer dan berada di kawasan Jordania, Arab Saudi, dan kawasan Sinai Mesir. Bersama keduanya ialah Prof. Menashe Har-El, ahli Injil asal Israel.

Dalam kitab Keluaran dan Bilangan, memang disebut-sebut setiap tempat yang disinggahi Musa bersama umat Israel. Namun, dalam peta masa kini, nama-nama kuno itu sedikit sekali yang bisa diketahui, di mana itu.
Begitu rombongan eksodus itu tiba di seberang, lalu ke mana me-reka pergi dan seberapa jauh? Teori pakar Israel itu berbeda tajam de-ngan pendapat para pakar terdahulu. Dalam Keluaran 5:3 tertulis: “Musa berkata kepada Firaun, “ Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allah kami.” Dalam Keluaran 8:17-28 hal itu diulang: “Kami akan pergi dalam perjalanan selama tiga hari ke alam liar…”. Dan jawab Firaun: “ Baik, aku akan membiarkan kamu pergi untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allahmu, di padang gurun. Hanya janganlah kamu pergi terlalu jauh..”

Menurut profesor itu, apa yang dinyatakan itu menurut ukuran tradisional, lokasinya sangat jauh dari ujung Semenanjung Sinai. Hampir 220 kilometer dan bisa ditempuh 3 hari berjalan kaki.  Tentu saja, perjalanan yang disebut ‘normal’ sebagai “perjalanan dalam hitungan hari” itu menjadi lebih panjang, karena umat Musa yang ribuan tersebut banyak yang sudah tua, sakit-sakitan, yang masih anak-anak, berikut kawanan ternak yang dibawa. Tentu perjalanan yang merambat dan beristirahat dengan mendirikan tenda-tenda serta api unggun. “Perjalanan tiga hari” itu bagi orang Israel tersebut sekurang-kurangnya selama satu bulan. Dan ke mana arahnya?
“Jadi, untuk mengetahui jalur perjalanannya, kita harus mengetahui tiga titik per-kemahan utama dalam perjalanan mereka.” katanya. Dari dua titik penting, yakni  Mara dan Elim (Kejadian 15:23-27), dan yang ketiga adalah Refidim (Keluaran 17:1-6).

Menyusuri Sumber Air.

Di Mara, airnya sangat pahit, sehingga untuk menjadikan air tawar, Musa menggunakan tongkat kayu mujizatnya. Menurut perkiraan sang profesor, tempat itu adalah gurun pasir yang kini berada di sebelah timur Suez yang modern,yang oleh orang-orang Arab dinamainya Bir el Murah (sumur pahit). Dalam Injil, perjalanan eksodus itu menempuh gurun tanpa air selama 3 hari untuk mencapai Mara. Dari tempat itu perjalanan sehari mencapai Elim, di mana terdapat 12 sumber air serta 10 pohon kurma. Jaraknya kira-kira 9 kilometer dari Murah, di mana hingga kini terdapat oasis yang dinamai orang Arab sebagai Ayun Musa (Sumber Air Musa). Sedangkan perhentian ketiga yang penting adalah Refidim. Lokasi itu penting diketahui, karena  Allah berkata kepada Musa: “Ingat, Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung…. Horeb”. Kalau sudah menemukan lokasi Refidim, menjadi dekatlah Gunung Sinai-Horeb. Hanya selepas pandang saja.

Akan tetapi, untuk mencapai tempat tersebut, orang-orang Israel masa itu harus menempuhnya sehari penuh menyusuri kawasan tandus sepanjang pantai dari Elim, lalu membelok ke arah pedalaman. Dengan menaiki jeep menyusuri pantai, ketiga orang itu tiba di suatu wadi (gurun) luas yang dinamai Wadi Suder, dengan jalur saluran air yang kering dan akhirnya mencapai perbukitan tandus. Menurut Har-El, mengapa Musa membelok dari jalur pantai laut ke pedalaman, karena masuk di akal, sebab dengan menyusuri gurun tersebut akan dapat menemukan sumber-sumber air. Dia berpendapat, di tempat itulah Refidim, dan menyatakan, bahwa pegunungan rendah yang berpuncak tajam-tajam bagaikan sederetan gigi raksasa tersebut kemungkinan adalah Gunung Sinai.
“Namanya sekarang adalah Sinn Bishr (nama Arab), yang bila diterjemahkan berarti ‘pernyataan tentang hukum’ atau ‘hukum tentang manusia’.” Ditambah-kannya, bahwa jarak dari penyeberangan di Danau Pahit juga tepat, yakni sekitar 55 km bila melalui Jalan Raya 55, di mana masa Musa itu berarti 3 hari perjalanan!

Ketika berada di dekat puncak bukit itu, ketiganya mencari-cari jenis dua bebatuan yang digunakan Musa sebagai papan-tulis untuk ditulisi (disebut tablet) tentang Hukum, di mana dalam kemarahannya Musa menghancurkan salah satu papan batu itu dan mengutipnya pada papan batu satunya. Di sekitar tersebut jenis batunya lunak seperti batu kapur. Mudah dipotong, diukir dan dipecah-pecah berkeping-keping.  Di tempat yang tak jauh dari situ, jenis batunya adalah granit, keras.

Lalu dicari pula sumber air orang-orang Israel yang dinamai Ritmah. Letaknya sekitar 15 km dari Sinn Bishr. Akan tetapi yang tidak bisa ditemukan, adalah sisa-sisa batu tablet yang dibanting Musa, entah tertimbun di mana setelah lewat waktu sekian ribu tahun.

“Di Luar” Dunia.

Perjalanan mereka dilanjutkan arah selatan, lokasi para peziarah yang percaya di sanalah Gunung Musa.  Begitu melewati kota cilik Abu Rudeis, mengarah ke pedalaman dan dataran tinggi berbukit-bukit liar dan gurun. Di hari kedua, berkendara jeep hanya satu jam, Har-El menunjuk beberapa puncak bukit yang dianggap sebagai gunung keramat. Di ketinggian 7 ribu meter di atas permukaan laut, mereka memasuki semacam lembah dan terhenti oleh keberadaan sebuah biara kuno, St. Catherine (Santa Katarina). Biara dengan gerejanya yang antik itu dibangun tahun 340 SM oleh Santa Helena, berlokasi di kaki (yang dipercaya mereka) Gunung Sinai. Pada tahun 530 saat kekaisaran Bizantin di bawah kaisar Yustinian, dibuatlah tembok mengelilingi kompleks biara itu.  Menurut mereka, di tempat itu Musa berbicara kepada Allah yang keluar dari semak belukar yang terbakar.

Menurut Gordon Gaskill, belum pernah melihat tempat begitu terpencil, sehingga lebih sesuai berada di “di luar dunia”. Tempat yang dilupakan oleh dunia. Dalam ekspedisi 1947 oleh para pakar Amerika, menjadi kaget saat berbincang dengan  Pastor Pachomius, bahwa dia belum pernah melangkahkan kaki keluar biaranya dan tidak pernah mendengar tentang Perang Dunia I maupun Perang Dunia II.

Dekat dengan dinding selatan biara itu berdiri tegak lurus tebing gunung yang sebagian waktu se-tiap harinya meneduhi biara tersebut dari sinar matahari. Untuk mencapi puncak gunung itu perlu waktu dua atau tiga jam melalui 3 ribu anak tangga yang ditakik oleh para biarawan di situ. Di puncak terdapat tanah yang datar yang penuh dengan benda atau tanda secara tradisional tentang Musa. Kata orang, di tempat itu Musa selama 40 hari siang dan malam, Musa berkomunikasi dengan Allah pada sebuah gua kecil yang ada di situ. Sebuah masjid dan kapel cilik Kristen berdiri di sana. Dari ketinggian tersebut, dapat melihat hamparan luas gurun pasir dan teluk-teluk, serta sinar matahari yang lembayung ketika mataharinya telah tenggelam di benua Afrika utara.

Di pagi buta, ketiganya dibangunkan oleh dentang gereja biara, yakni 33 kali, yang secara tradisional setiap dentang itu menandai tahun usia Yesus. Di tempat itu, para peziarah Kristiani mulai membuat minuman kopi, sekelompok peziarah petualang  Yahudi keluar dari kantong-tidurnya, sedangkan pengemudi jeep mereka yang beragama Islam mulai sembahyang subuh, menghadap arah selatan ke Kaabah di Mekkah, yang letaknya tidak begitu jauh dari situ. Gaskill merasakan, bahwa tak ada tempat di dunia seperti di situ. Toleransi damai dalam beragama.
“Memang benar, kalau Yerusalem juga dihormati oleh kaum Kristiani, Muslim dan Yahudi, akan tetapi masing-masingnya berbeda agama karena alasan sejarah.” katanya.

Saat meninggalkan lokasi tersebut melalui gurun dan matahari yang muncul dan seolah bergerak cepat dari arah Saudi Arabia, menjadikan puncak Gunung Musa  bermandikan cahaya keemasan.
Kesan mereka, tak terlupakan ungkapan kuat dari Kejadian “guruh dan halilintar, awan tebal di atas gunung….dan Gunung Sinai diselimuti asap, sebab Allah keluar dari dalam api.” (sumber: Reader’s Digest, July 1973; The Lion Encyclopedia of the Bible, 1978;Grolier Encyclopedia of Knowledge/as/aw/sgbi)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/05/gunung-sinai.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:512025-04-28 02:20:51Dimanakah Gunung sinai itu?

Pendorong Sifat Individualis

April 16, 2025/in News, Pastoral

BETHANY.OR.ID-Individualisme merupakan suatu falsafah yang ditinjau dari sudut pandang moral, politik atau sosial, yang pada intinya menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan dalam pertanggungjawaban dan kebebasan diri-sendiri (individual). Seorang individualis akan selalu berupaya mencapai kebutuhan dan kehendak pribadi. Mereka menentang campur tangan luar, baik dari masyarakat, negara atau institusi atas pilihan pribadi mereka itu. Oleh karena itu, orang yang bersifat individualistis selalu menentang segala pendapat yang meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya. Mereka bahkan lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan orang lain. Seorang individualis juga kurang senang terhadap segala standar moral atau aturan yang dikenakan padanya, karena peraturan-peraturan itu dianggap menghalangi kebebasan dirinya.

Mereka percaya, bahwa seorang individualis tidak perlu terikat pada tatanan moral yang digunakan oleh masyarakat, sebab mereka merasa bebas untuk mementingkan diri sendiri.

Data tentang individualisme di Indonesia memang belum ada. Akan tetapi, dari survey di negara-negara Asia yang lain menggambarkan, bahwa individualisme mulai melanda negara-negara Asia, di mana sebelumnya tidak pernah terjadi seperti itu. Salah satunya, survey yang dilakukan di Korea oleh LG Economic Research Institute pada bulan Juni yang lalu terhadap 1.800 orang partisipan, didapatkan, bahwa 36,4% responden memprioritaskan individualitas ketimbang organisasi/komunitas, 36,8% mengatakan mereka tidak setuju apabila tindakan atau aksi yang dilakukan untuk publik harus memberi batasan atau melanggar hak pribadi seseorang.

Seiring dengan perkembangan jaman, beberapa pandangan menyatakan, bahwa sikap indivi-dualis di antara masyarakat kita semakin hari semakin tinggi. Dan tak bisa dipungkiri hal tersebut juga terjadi di tengah-tengah umat Kristiani, baik di perkotaan maupun daerah, yang mungkin bahasa Alkitab barangkali disebut sebagai sikap mementingkan diri sendiri. Dampaknya kotbah-kotbah yang didengar dalam setiap ibadah, seringkali tanpa sadar diejawantahkan untuk kepentingan diri sendiri.

Faktor-faktor Penyebab

Terdapat beberapa faktor penye-bab atau yang mempengaruhi sifat seseorang, mengapa dia menjadi Individualis.

Faktor yang pertama; adalah genetik. Pada dasarnya sikap atau karakter seseorang itu tercetak (imprint) pada gen dalam khro-mosom tertentu di tubuh manusia. Pada saat terjadi proses pembuahan (regenerasi), maka gen tersebut dapat melekat dan ikut masuk dalam tubuh generasi berikutnya. Memang sifat ini tidak selalu muncul begitu saja, namun tergantung faktor lain, yang juga berpengaruh.

Faktor kedua; adalah teori perkembangan. Dikatakan pada anak umur 0 sampai dengan 18 bulan adalah masa-masa yang menentukan, apakah seorang anak nantinya punya rasa percaya pada lingkungannya atau tidak. Fase ini oleh Erik Erikson disebut sebagai fase Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya). Begitu bayi lahir dan kontak dengan dunia luar , maka ia mutlak tergantung pada orang lain.

Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera. Sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan ialah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis, yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Sebaliknya, rasa tidak percaya itu akan timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekuat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial. Misalnya, anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edekuat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menangis dan sebagainya. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan, bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat ditebaknya. Bila hal itu terjadi, maka saat dewasa anak tersebut akan menjadi orang yang tidak bisa mempercayai orang lain, sehingga mendorongnya menjadi seorang individualis.

Pola asuh juga merupakan faktor penyebab terjadinya sikap individualis. Seorang anak yang melihat perilaku orangtuanya yang selalu mementingkan diri sendiri, tidak pernah mau membantu orang lain, bahkan tidak peduli dengan kebutuhan anak, akan menyebabkan anak juga meniru perilaku tersebut. Sebenarnya perilaku pola asuh ini juga berkaitan erat dengan faktor teori perkembangan, di mana orang tua tidak memberikan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan rasa percaya anak terhadap lingkungannya, sehingga ia harus berjuang sendiri untuk dapat bertahan pada posisinya, yang berakibat dia harus mengutamakan kepentingan pribadinya lebih dahulu. Hal ini biasanya juga diperberat oleh hubungan antar orang tua yang kurang harmonis, sering bertengkar, saling melecehkan dan tidak akur.

Faktor berikutnya; adalah masalah sosial. Individualisme terjadi karena kesenjangan sosial yang semakin diperburuk dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Keluarga atau pribadi demi pribadi sudah semakin sulit untuk meme-nuhi kebutuhan (bahkan keinginan) seluruh keluarga, sehingga akhirnya setiap individu dalam masyarakat berusaha dengan susah payah untuk mempertahankan kehidupan masing – masing. Akibatnya, setiap individu lebih sibuk dengan urusan masing – masing dan menggeser nilai – nilai kesatuan dalam bermasyarakat. Terlebih bila individu tersebut berasal dari keluarga yang selalu mengagung-agungkan kekayaan dan materi, sehingga segala aktivitas akan selalu diperhitungkan dengan nilai materi, berapa keuntungan yang akan didapat bila mereka melakukan aktivitas tertentu. Akibatnya, undangan pertemuan di antara sesama anak Tuhan menjadi tidak dipedulikan. Undangan dari RT/ RWpun diabaikan, karena dianggapnya bahwa selama semua itu tidak mendatangkan keuntungan pribadinya. Dan masih ada faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mempunyai sikap individualis.

 

Upaya Mengatasi Individualisme.

Lalu bagaimana cara menga-tasinya? Ada beberapa saran untuk mengatasi sikap individualistis.

Yang pertama; adalah pelajaran budi pekerti di sekolah, yang selama ini sudah banyak ditinggalkan. Pelajaran ini mampu membuat seseorang menjadi lebih peduli terhadap lingkungan dan sesamanya apabila diterapkan sejak kecil.

Yang kedua; adalah dengan cara introspeksi diri yang dilakukan setiap hari. Setiap individu meninjau kembali (flash back) atas perilaku selama seharian, mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian, apabila sudah menyadari akan kekeliruan/kesalahannya, maka berusaha untuk mengubahnya menjadi perilaku yang baik. Masalahnya, ukuran baik dan buruk di situ sangat subyektif, yakni tergantung pada siapa yang melakukan dan nilai-nilai yang diyakininya.

Ada juga yang mengatakan, bahwa psikoterapi cara Gestalt yang dimodifikasi, dapat memper-baiki sikap individualis. Cara ini menekankan tanggung jawab pribadi, dan berfokus pada pengalaman individu pada saat kini, hubungan terapis-klien, lingkungan dan kehidupan sosial dari kehidupan seseorang.

Kembali kepada ajaran Tuhan Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat.22:39) merupakan cara yang ideal saat ini. Dengan kasih yang Ilahi kita diajarkan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Artinya, kita diajar untuk berempati terhadap sesama manusia.

Bila ada sesama yang menderita, akan segera ada yang menolong. Bila ada sesama yang lapar, maka akan ada yang segera memberi makan. Apa bila ada sesama yang sakit, akan ada yang segera mengobati, dan seterusnya. Betapa indahnya dunia ini kalau orang-orang yang bersifat individualistis sudah berubah menjadi sifat untuk saling mengasihi dan menyayangi di antara sesama manusia. (*)

Artikel ditulis oleh: Pdm. Dr. Soetjipto, SpKJ    (Diaken Gereja Bethany Nginden) Dinas: Poliklinik Rumatan Metadon,  Departemen Psikiatri, RSU Dr. Soetomo/ FK UNAIR. Praktek sehari-hari di Barukh Utara XIV No. 86.
https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/05/individualisme.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:482025-05-22 08:38:44Pendorong Sifat Individualis

Sejarah Penerjemahan Alkitab Vulgata

April 16, 2025/in News, Ragam Peristiwa

BETHANY.OR.ID-Vulgata adalah sebuah versi  Alkitab berbahasa latin   yang ditulis pada  awal abad ke-5. Sebagian hasil revisi dan sebagian lagi hasil terjemahan Hieronimus atas perintah Paus Damasus I pada tahun 382. Alkitab itu disebut vulgata dari frase versio vulgata, yakni “terjemahan untuk umum”, dan ditulis dalam gaya sastra Latin yang umum pada abad ke-4, dan  berbeda dengan Bahasa LatinCicero yang lebih elegan.

Vulgata merupakan perbaikan dari beberapa terjemahan yang digunakan saat itu, dan menjadi versi Alkitab definitif dan resmi dari Gereja Katolik Roma. Sebagaimana halnya Alkitab Peshitta (Alkitab Syria)  yang lebih tua, Perjanjian Lama Vulgata diterjemahkan langsung dari Alkitab Masoretika (Alkitab Ibrani), bukan dari Alkitab Septuaginta (Alkitab Yunani). Pada tahun 405 Masehi, Hieronimus menyelesaikan terjemahan kitab-kitab protokanonika Perjanjian Lama dari Bahasa Ibrani, dan kitab-kitab  deuterokanonika  Tobit dan Yudit dari Bahasa Aram. Kitab-kitab lain dan kitab Mazmur diterjemahkan dari Bahasa Yunani. Dalam Alkitab Vulgata edisi Clementina terdapat 76 kitab, 46 kitab Perjanjian Lama, 46 kitab Perjanjian Baru, dan 3 kitab Apokripa.

Hubungan dengan Alkitab Latin Kuno

Pasa masa Hieronimus, kata Vulgata digunakan untuk menyebut Septuaginta (Alkitab berbahasa Yunani). Alkitab berbahasa Latin yang digunakan sebelum Vulgata biasanya disebut Vetus Latina, atau “Alkitab Latin kuno”, atau kadang-kadang “Vulgata Latin kuno”.

Naskah tersebut tidak diterjemahkan oleh satu orang atau lembaga saja, bahkan tidak disunting secara seragam. Masing-masing kitab berbeda-beda kualitas terjemahan dan gaya bahasanya. Kitab-kitab Perjanjian Lamanya diterjemahkan dari Septuaginta, bukan dari Bahasa Ibrani.

Versi Latin kuno masih digunakan di lingkungan tertentu bahkan sesudah Vulgata Hieronimus menjadi Alkitab. standar yang diterima di seluruh Gereja Barat. Beberapa komunitas Gallia terus mempergunakan versi Latin kuno selama berabad-abad.

Terjemahan Hieronimus

Hieronimus tidak terjun dalam pekerjaan ini, dengan maksud untuk menciptakan sebuah versi baru dari keseluruhan Alkitab, tetapi hakikat perubahan dari program kerjanya dapat dilacak dalam korespondensinya yang panjang lebar itu (walaupun Hieronimus sendiri bukanlah seorang saksi mata yang dapat diandalkan). Dia  ditugaskan Paus Damasus pada tahun 382 untuk merevisi naskah “Latin Kuno” dari keempat Injil hasil terjemahan dari naskah-naskah Yunani terbaik; dan pada saat  Paus Damasus wafat pada tahun 384,  dia telah sepenuhnya menunaikan tugas itu, bersama dengan sebuah revisi umum dari Septuaginta Yunani atas naskah Latin kuno untuk kitab Mazmur.

Seberapa banyak keseluruhan Perjanjian Baru yang direvisi Hieronimus? Sulit untuk diketahui saat ini; dan jika demikian, maka hanya sedikit dari karyanya yang masih ada dalam naskah Vulgata.

Pada tahun 385 Hieronimus diusir dari Roma, lalu pergi menetap di Betlehem. Di sana dia menghasilkan sebuah versi baru dari kitab Mazmur, yang diterjemahkannya dari naskah Yunani Hexapla. Dia juga tampaknya telah menerjemahkan kitab-kitab Septuaginta lainnya ke dalam Bahasa latin; namun lagi-lagi, semuanya itu tidak ditemukan dalam naskah Vulgata.

Tetapi sejak tahun 390 sampai 405 Hieronimus beralih menerjemahkan langsung dari Bahasa Ibrani – dan menerjemahkan ulang seluruh 39 kitab dalam Alkitab Ibrani; termasuk suatu versi lanjut, yakni yang ketiga, dari kitab Mazmur yang masih dapat ditemukan dalam sejumlah kecil manuskrip Vulgata.
Dalam prolognya, Hieronimus menganggap kitab-kitab yang termasuk dalam Septuaginta namun tidak ditemukan dalam Alkitab Ibrani, sebagai non-kanonik; kitab-kitab itu disebutnya apokripa.Edisi-edisi Dikemudian Hari

Judul “Vulgata” kini diberikan kepada tiga naskah yang berbeda, semuanya dipergunakan secara luas di internet. Pembaca dengan cepat dapat mengetahui naskah yang mana yang dibacanya dengan cara mencermati ejaan nama Hawa dalam ‘Kejadian 3:20’. Vulgata  Clementina; Alkitab Latin resmi Gereja Katolik Roma sejak tahun 1592 sampai 1979. Meskipun edisi terakhir merupakan reproduksi dari Alkitab Vulgata Clementina terbitan tahun 1592, naskahnya telah mengalami perubahan ejaan dan tanda baca; serta memuat pembagian-pembagian ayat seperti Vulgata Jenewa tahun 1555. Dalam Kitab Kejadian 3:20, nama “Hawa” dieja “Heva”. Edisi-edisi kritis modern dari Vulgata (Stuttgart, Wordsworth, dan White). Edisi-edisi tersebut mencoba sedapat mungkin memperbaiki naskah agar kembali seperti naskah asli dari Heronimus, khususnya dalam hal mengeluarkan bacaan-bacaan yang telah terinterpolasi ke dalam Vulgata Clementina. Dalam Kitab Kejadian 3:20, nama “Hawa” dieja “Hava”. Nova Vulgata; Alkitab Latin resmi Gereja Katolik Roma sejak tahun 1979. Merupakan Vulgata Clementina yang telah diperbaiki dan dimodifikasi. Dalam Kitab Kejadian 3:20, nama “Hawa” dieja “Eva”.

Pengaruh terhadap Budaya Barat

Dalam kaitannya dengan  budaya, seni, dan kehidupan “Abad Pertengahan,” Vulgatalah yang paling unggul. Selama abad-abad kegelapan dan berlanjut pada masa Renaissance dan Reformasi.

Tahun 400–1530 Masehi, Vulgata menjadi sangat berpengaruh, terutama atas seni dan musik, sebab Vulgata menjadi sumber ilham bagi lukisan-lukisan, kidung-kidung dan drama-drama rohani populer yang tak terbilang banyaknya.

Bahkan tatkala tradisi Reformasi Jenewa berusaha menggantikan Vulgata Latin dengan versi bahasa setempat yang diterjemahkan dari bahasa aslinya, Vulgata tetap mereka pertahankan dan gunakan dalam debat teologis. Baik dalam kumpulan kotbah-kotbah Yohanes Calvin dalam Bahasa latin, maupun dalam edisi Perjanjian Baru Bahasa Yunani karya Theodorus Beza, teks referensi Latin pendamping yang digunakan adalah Vulgata;

Di gereja-gereja Protestan seperti di Jenewa, Inggris dan Skotlandia – justru timbul apresiasi yang lebih luas atas terjemahan Hieronimus karena gaya bahasanya yang agung dan prosanya yang luwes. Padanan Vulgata yang paling dekat dalam Bahasa Inggris, yakni Alkitab King James Version, atau Authorised Version, memperlihatkan tanda-tanda pengaruh Vulgata, teristimewa jika dibandingkan dengan versi bahasa setempat yang lebih awal karya William Tyndale; dalam hal cara Hieronimus memadukan secara teknis kosa kata religius Latin yang tepat dengan gaya prosa yang agung dan ritme-ritme puitis yang kuat.

Terjemahan yang didasarkan pada Vulgata

Sebelum Divino Afflante Spiritu, ensiklik Paus Pius XII, dipublikasikan, Vulgata merupakan naskah sumber bagi berbagai terjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat. Dalam Bahasa Inggris, terjemahan kata per kata Injil-Injil Lindisfarne (Lindisfarne Gospels) dan terjemahan-terjemahan Alkitab ke dalam Bahasa Inggris Kuno lainnya, Alkitab terjemahan John Wycliffe, Alkitab Douay Rheims, Alkitab Confraternity (Confraternity Bible), serta Alkitab terjemahan Ronald Knox semuanya diterjemahkan dari Vulgata.

Pengaruh terhadap Bahasa Inggris

Vulgata berpengaruh besar terhadap perkembangan Bahasa Inggris, khususnya dalam bidang keagamaan dan Kitab Suci. Banyak kata Latin yang diambil dari Vulgata ke dalam Bahasa Inggris nyaris tanpa perubahan arti atau ejaan: creation dari creatio (Kejadian 1:1, Ibrani 9:11),  salvation dari salvatio  (Yesaya 37:32, Efesus 2:5),  justification dari justificatio (Roma 4:25, Ibrani 9:1),  testament dari  testamentum  (Matius 26:28), sanctify dari sanctificatio (1 Petrus 1:2, 1 Korintus 1:30),  regenerate  dari regeneratio (Matius 19:28), dan rapture dari raptura (dari bentuk nomina untuk verba  rapiemur  dalam 1 Tesalonika 4:17). Kata”publican” berasal dari kata Latin publicanus (Matius 10:3), dan frase “far be it” adalah terjemahan dari ungkapan Latin absit (misalnya dalam Matius 16:22 pada Alkitab King James). Contoh-contoh lainnya adalah apostle  dari  apostolus,  church  dari  ecclesia,  gospel  dari evangelium, Passover dari Pascha, dan angel dari angelus.[sumber wikipedia/Prolog Injil Yohanes, Alkitab Vulgata Clementina, edisi 1922)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/04/vulgata.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:16:462025-05-22 08:38:07Sejarah Penerjemahan Alkitab Vulgata

Johann Gutenberg, Pencetak Pertama Alkitab

April 16, 2025/in Artikel Lepas, News

BETHANY.OR.ID – Selama  abad pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku bacaan apapun. Teks Alkitab disalin dengan tulisan tangan pada papyrus, kulit hewan ataupun kemudiannya pada kertas-kertas prioduk awal oleh para biarawan. Sehingga hanya  beberapa gereja dan beberapa orang bangsawan kaya saja yang bisa memilikinya. Hal itu disebabkan biaya untuk bahan bakunya serta tenaga  serta waktu penyallnnannya sebagai sesuatu yang mewah. Tidak  dapat dicapai oleh orang-orang biasa. Bahkan mengharapkan untuk dapat membacanya saja Alkitab atau buku yang dibutuhkannya  selain tidak tersedia, apalagi memilikinya.

Terlebih lagi, tidak banyak orang yang dapat membaca buku atau Alkitab dalam bahasa mereka sendiri. Sebab, buku-buku yang langka dan sangat mahal tersebut pada umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin,. Bahasa yang dimengerti hanya oleh segelintir orang, termasuk beberapa pendeta. Orang-orang awam bergantung pada imam setempat.  Lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja yang lebih dijadikan informasi mengenai Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa Latin atau pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis berbagai ulasan, namun buah pemikiran mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.

Salah satu perubahan besar pada abad lima-belas mempunyai dampak besar pada keadaan  yang seperti itu. Pada tahun 1439, Johann Gutenberg, lelaki kelahir-an kota Mainz pada 1398,  anak bungsu  pengusaha kelas atas, mengawali kariernya sebagai tukang pandai emas. Dia mengutak-atik huruf-huruf yang ditakiknya pada kayu. Ketika salah satu huruf itu jatuh  di atas pasir, terbentuklah bekas huruf tersebut terbalik yang membekas di pasir. Berpikirlah dia,  bahwa untuk membuat huruf terbalik, lalu ditempelkan pada tinta dan dicapkan pada kertas: jadilah ‘huruf cetak’. Begitulah dia kelak membuat huruf-huruf cetak melalui eksperimen pada keping-keping logam yang dapat di-pindah-pindahkan. Dengan menyu-usun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar. Istimewanya lagi, produksi bisa bersifat massal, biayanya jauh lebih kecil daripada salinan tangan.

Pada tahun 1455, Gutenberg — dengan sekelompok kawan-kawannya — mencetak Alitab (kelak disebut “Alkitab Gutenberg”) terdiri dari 140 baris sebanyak180 salinan Alkitab terjemahan Hieronimus yang dinamai ‘Vulgata’. Orang biasa masih belum dapat memahami firman Allah. Akan tetapi itulah langkah awal dari suatu revolusi besar dalam proses pengetahuan dan ilmu komunikasi..

 

Liku-liku Perjuangannya.

Rintisan pemuda asal Mainz itu tidak begitu saja berjalan mulus. Ketika masih anak-anak, keluarganya meninggalkan Mainz karena terjadinya kerusuhan akibat pemberontakan di kawasan itu, pindah ke kota Eltville am Rheim (disebut juga: Alta Villa).  Setelah dewasa, dia hidup di kota Strassbourg hingga tahun 1444. Temuannya tentang huruf cetak dari logam dan mesin cetaknya, disempurnakan. Ketika situasi Mainz aman, dia kembali ke kota itu dan berniat memproduksi mesin cetaknya, tetapi tak punya uang. Lalu menghubungi kenalannya bernama Fust untuk meminjam uang. Dari dana itulah dia mengerjakan temuannya. Tetapi dananya habis, dan bangkrutlah dia. Fust menuduh uang pinjamannya disalahgunakan Gutenberg. Lalu pada 1455 dia merencanakan membuat usaha percetakan kecil di kota Bamberg, namun tak memiliki dana.

Karena kekurangan dana itulah, maka mesin cetak maupun produk-produknya tidak berlabel namanya.
Kemungkinan besar, Kamus Katolik (Catholica Dictionary; 1466)  yang dicetak di Mains adalah hasil karyanya. Kamus setebal 744 halaman itu dicetak 300 buah.

Untuk sementara, para pakar percetakan di Mainz itu merahasiakan teknik Gutenberg sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483. Namun, tatkala Martin Luther lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg dan kawan-kawan, percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah. Dari situlah ilmu pengetahuan menjadi milik orang banyak.

Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.

 

Alkitab Merakyat.

Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat menyampaikan firman Allah kepada “setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis pelayan”. Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Alkitab menjadi “merakyat”. Tidak lagi seorang imam, paus atau konsili yang menjadi perantara bagi para pemercaya dan pemahaman Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan, bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.
Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkin-kan. Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Dari pada cemas akan “Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?,” orang percaya dapat bertanya, “Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?”
Dengan penemuan alat cetak yang rumit itu, maka tersulutlah api di seluruh Eropa. Yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.

Johannes Gutenberg yang meninggal pada 3 Februari 1468 itu, merintis timbulnya disiplin ilmu der Publizei (Publisistik) yang kelak berkembang menjadi ilmu komunikasi. Menumbuhkan usaha-usaha media massa yang kemudian dianggap sebagai “kekuatan keempat dalam negara”.  Meskipun unit cetak sekarang serba computerized, namun unit-unit cetak menggunakan huruf-huruf dari timah-hitam yang dilelehkan dan dituangkan pada huruf-huruf logam (disebut: intertype dan linotype) merupakan perintis. Malahan di beberapa tempat, model itu masih dipergunakan.  [berbagai sumber/wic/sgbi]

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/03/Gutenberg_Press_Replica.jpg 464 714 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:15:512025-04-28 02:25:10Johann Gutenberg, Pencetak Pertama Alkitab

Sekilas Perjalanan Gereja Bethany Jemaat Ekklesia Puncak Permai

April 16, 2025/in Kilas Sinode, News

KALEIDOSKOP, BETHANY.OR.ID – Bermula  dari sebuah Persekutuan Doa dengan nama “PD Ekklesia”  pada tahun 80’an, jadilah Gereja Bethany Indonesa Jemaat Ekklesia Puncak Permai seperti sekarang ini.

Kala itu Persekutuan Doa  diadakan setiap hari kamis di Jl. Sukomanunggal Jaya VI/20 Surabaya dipimpin oleh Pdt.Yesaya Bobby Indarwanto. Jumlah yang ikut kurang lebih  30 orang. Pada 1996, Pdt. Yesaya Bobby Indarwanto beserta keluarga pindah ke Jakarta karena pekerjaan. Atas saran  Pdt.Christine Here pembina “Persekutuan Doa Ekklesia” tersebut dipindahkan ke rumah Pendeta Lukas Lukman Widjaja yang saat itu menjabat Koordinator Gereja Bethany  Cabang Tunjungan dan Cabang Satelit Surabaya.

Pendeta  Lukas Lukman Widjaja pun membuka pintu rumahnya di Jalan Puncak Permai utara No.23 Surabaya  untuk  “Persekutuan Doa Ekklesia” yang dilimpahkan kepadanya. Persekutuan diadakan setiap hari kamis pada jam 10.00 WIB.

Pada pertengahan Juni 1997, Gereja Bethany  Cabang Satelit yang sebelumnya “kebaktian” di Cafeé Aneka Rasa,  berpindah tempat “kebaktian” ke Jalan puncak Permai Utara No. 23. Sebab cafe tersebut  tidak memenuhi syarat  sebagai tempat kebaktian. Empatpuluhan orang jemaat Bethany akhirnya beribadah bersama-sama anggota “Persekutuan Doa Ekklesia” dikawasan Puncak Permai.

Bersamaan dengan itu, pada Juni 1997 berdirilah Gereja Bethany Cabang Puncak Permai. Gereja Bethany  Pusat menunjuk  Pdp. Soekiman Hardjo sebagai koordinator. Hal itu berlangusng hingga 8 Agustus 2002,  sebab Pdp. Soekiman Hardjo meninggal dunia. Gereja Bethany Pusat selanjutnya menunjuk  Pdp. Chresnadi sebagai koordinator menggantikan    tugas Pdp. Soekiman Hardjo.

Pada   awal   2003,  Gembala  Sidang Gereja Bethany,  Pdt.  Abraham  Alex  Tanuseputra diberhentikan sepihak oleh Sinode Gereja Bethel Indonesia, sehingga beliau mendirikan Sinode Gereja Bethany Indonesia.

Pdt. Abraham Alex Tanuseputra menyampaikan, bahwa dalam satu sinode harus ada gereja lokal atau gereja otonom. Menanggapi visi itu, Pdm. Lukas Lukman Widjaja mengadakan rapat dengan penatua dan pengurus gereja untuk membahas status Gereja Bethany Puncak Permai. Alhasil, semua diaken dan diakones bersepakat menaikkan status   Gereja Bethany Cabang Puncak Permai dari cabang menjadi otonom (berdiri sendiri) dalam naungan Sinode Gereja Bethany Indonesia.

Menyikapi dukungan itu, Pdm. Lukas Lukman Widjaja menindak lanjuti dengan membeli rumah di Jl. Puncak Permai Utara No.29 Surabaya (tempat ibadah sekarang). Pada 10 Desember 2003,  Pdm. Lukas Lukman Widjaja mengajukan surat otonom kepada Ketua Umum Sinode Gereja Bethany, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra. Pada  09 Januari 2004 keluarlah surat keputusan dari sinode,  bahwa Gereja Bethany Indonesia Cabang Puncak Permai menjadi gereja lokal (otonom).

Berikutnya pada  01 Februari 2004,  Pendeta Lukas Lukman Widjaja ditahbiskan sebagai Gembala Sidang Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai. Bersamaan dengan itu ditahbiskan  pengurus gereja setempat, lalu diakhiri dengan serah terima dari  Pdp. Chresnadi selaku koordinator kepada Pendeta Lukas Lukman Widjaja sebagai gembala sidang. Sebagai penghargaan dan ucapan terimakasih, Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai memberikan tanda mata  kepada Pdp. Chresnadi.

Membangun Tempat Ibadah
Setelah pentahbisan, gereja Bethany Puncak Permai mengambil langkah iman membangun sebuah tempat ibadah  di Jl. Puncak Permai Utara No 29 Surabaya. Biaya pembelian tanah kala itu enam ratusan jutaan, segala upaya dikerahkan untuk mencukupi pembiayaan. Bukan hanya kas pembangunan, kas gereja, kas SOM, termasuk mobil pribadi  Pdt. Lukas Lukman Widjaja ikut dijual untuk menutupi kekurangannya.

Membangun tempat ibadah memang tidaklah mudah, ada saja tantangannya, hal itu dialami jemaat Puncak Permai. Bukannya dukungan dan bantuan yang diterima, sebaliknya sempat terdengar suara-suara miring, bahwa Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai dijadikan usaha untuk mencari keuntungan. Terdengar juga berita sampai kapan Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai akan bertahan, dan kemudian ditutup.

Namun Gembala Sidang dan pengurus dikuatkan oleh Injil Yohanes 12:32 yang menyatakan,  “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.”

Dengan penguatan firman itu, jemaat semakin bertambah. Tuhan mulai mengirimkan jiwa-jiwa. Pernah suatu ketika gereja tersebut mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani  (KKR), yang hadir 650-an jiwa, saat itu jumlah jemaat hanya 250 orang.

Bersosialisasi
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pendirian gereja adalah sosialisasi dengan masyarakat sekitar, dan hal itu dilakukan oleh Gereja Bethany Puncak Permai.

Walau terbilang masih muda, keberadaan gereja tersebut  mendapat perhatian yang positif dari mayarakat sekitar. Banyak sosialisasi yang sudah dilakukan  diantaranya menyelenggarakan acara jalan sehat, bazar, lomba aerobik dan lomba-lomba unik lainnya yang diikuti masyarakat umum.

Beberapa kali Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai dipercaya warga Darmo Permai Utara dan warga Puncak Permai untuk menangani Natal Paguyuban dan Paskah Paguyuban warga. Dua tahun terakhir  berturut-turut juga dilibatkan Rukun Warga Darmo Permai Utara untuk mengisi paduan suara  dalam  acara 17  Agustus  memperingati HUT  kemerdekaan RI.
Beberapa seminar rohani juga pernah diadakan. Pada 18 Oktober 2005 Gereja Puncak permai pernah mengadakan peneguhan nikah massal yang diikuti oleh 10 pasang suami istri.

Kegiatan lainnya adalah mengadakan Natal bersama Panti Asuhan dan Panti Jompo Yayasan Pelayanan Kasih pada Desember 2006.

Mulai bertumbuh
Sejak Gereja Bethany  Puncak Permai menjadi gereja lokal, pembaptisan dan pemberkatan nikah dilakukan sendiri oleh Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai. School of Ministry (SOM) pun dibuka,  angkatan pertama sebanyak  47 siswa yang menyelesaikan pelajaran keselamatan sampai kepemimpinan II. Saat ini Gereja Bethany Indonesia Puncak Permai memiliki tujuh  pejabat gereja, satu  pendeta, dua pendeta muda dan empat pendeta pembantu. Dalam menggembalakan jemaat gereja, Pdt. Lukas Lukman Widjaja dibantu oleh seorang full timer, tujuhbelas pasang suami istri diaken dan diakones, 36  orang  musik pujian, 13 guru  sekolah minggu dan 14 pelayan pemuda remaja. Pada  01 Februari 2008, GBI Bethany  Puncak Permai berganti nama Gereja Bethany Indonesia Jemaat Ekklesia Puncak Permai. Sampai saat ini Gereja Bethany Indonesia Jemaat Ekklesia-Puncak Permai dipercaya Tuhan   650 jemaat  dan 18 kelompok Family Altar.(bpc/wic)

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/04/perjalanan-bethany-puncak-permai.jpg 390 600 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:15:502025-04-28 05:26:57Sekilas Perjalanan Gereja Bethany Jemaat Ekklesia Puncak Permai

Sekilas Tentang Pengakuan Iman Rasuli

April 16, 2025/in Kilas Sinode, News

BETHANY.OR.ID – “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi.  Dan kepada Yesus Kristus AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita. Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan mati dan dikuburkan turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa. Dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus. Gereja Gereja yang kudus dan am, persekutuan Orang Kudus Pengampunan Dosa. Kebangkitan daging, dan Hidup yang kekal.”

Demikian pengakuan iman yang biasa diucapkan oleh  jemaat protestan, setiap kali ibadah pada hari minggu. Biasanya pengakuan itu diucapkan bersama-sama sambil berdiri, dipimpin oleh pemimpin ibadah. Namun di gereja kelompok beraliran pantekosta-kharismatik,  pengakuan seperti itu tidak pernah dikenal. Kalaulah ada, maka dalam tata dasarnya   “pengakuan iman” mereka bukan pengakuan iman rasuli.

Tetapi hal yang berbeda nampak mencolok pada gereja Bethany Indonesia, gereja yang dikenal dengan aliran Pantekosta-Kharismatik  itu dalam “Buku Tata Dasar dan Tata Tertib Gereja Bethany Indonesia”  yang diterbitkan oleh Majelis Pekerja Sinode Gereja Bethany Indonesia,  menjadikan “Pengakuan Iman Rasuli” sebagai pengakuan iman Sinode Gereja Bethany Indonesia.

Ada beberapa alasan, mengapa Pengakuan Iman Rasuli dijadikan sebagai pengakuan iman Gereja Bethany. Pengakuan iman rasuli itu bukan hanya teruji oleh waktu, tetapi yang membuatnya pun adalah bapak-bapak gereja yang memiliki kapabilitas tinggi, isi dari pengakuan iman itu pun sangat teologis. Memang saat perumusan ada beberapa pendapat,  namun rapat akhirnya memutuskan pengakuan iman rasuli sebagai pengakuan iman Bethany. Sebagai founder, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra juga menyetujuinya, sebab kalau sudah ada rumusan yang bagus, mengapa harus buat yang baru,membuat sendiri pun belum tentu lebih bagus. Akhirnya pada September 2003, melalui sidang raya sinode Gereja Bethany yang pertama, pengakuan iman tersebut disahkan.

Walau demikian, pengakuan iman tersebut tidak diucapkan setiap minggu oleh jemaat, seperti pada ibadah gereja kelompok protestan pada umumnya.
Sehingga tidak semua jemaat mengetahui pengakuan iman tersebut.  Karena itu, melalui BETHANY NEWS – BETHANY.OR.ID  akan diuraikan sekilas  tentang Pengakuan Iman Rasuli, agar para pelayan Tuhan dan jemaat  Gereja Bethany Indonesia mengerti dan memahaminya.

 

Sejarah Tentang Pengakuan Iman Rasuli

Pengakuan Iman Rasuli (Latin: Symbolum Apostolorum atau Symbolum Apostolicum), kadang disebut Kredo Rasuli atau Kredo Para Rasul, adalah salah satu dari kredo yang secara luas diterima dan diakui oleh Gereja-gereja Kristen, khususnya Gereja-gereja yang berakar dalam tradisi Barat. Di kalangan Gereja Katolik Roma, kredo ini disebut Syahadat Para Rasul.

Menurut Katekismus Heidelberg, Pengakuan Iman Rasuli terbagi atas tiga bagian utama yaitu pertama mengenai Allah Bapa dan penciptaan kita. Yang kedua mengenai Allah Anak dan penebusan kita. Yang ketiga mengenai Allah Roh Kudus dan pengudusan kita.

Menurut sejarah, para rasul (murid-murid Yesus) sendirilah yang menulis kredo ini pada hari ke-10 setelah kenaikan Yesus Kristus ke sorga, yaitu pada Hari Pentakosta. Karena isinya mengandung 12 butir, ada keyakinan bahwa masing-masing murid Yesus menuliskan satu pernyataan di bawah bimbingan Roh Kudus.
Bukti historis konkret yang tertua tentang keberadaan kredo ini adalah sepucuk surat dari Konsili Milano (390 M) kepada Paus Siricius yang bunyinya demikian:
“Bila engkau tidak memuji ajaran-ajaran para imam … biarlah pujian itu setidak-tidaknya diberikan kepada Symbolum Apostolorum yang selalu dilestarikan oleh Gereja Roma dan akan tetap dipertahankan agar tidak dilanggar.” Kredo ini paling banyak digunakan dalam ibadah orang-orang Kristen di Barat.

Kredo ini adalah rumusan ajaran dasar Gereja perdana, yang dibuat berdasarkan amanat agung Yesus untuk menjadikan segala bangsa muridnya, membaptiskan mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (Matius 28:18-20). Karena itu, dari kredo ini kelihatan bahwa doktrin sentralnya adalah Tritunggal dan Allah sang Pencipta.

Pada masa ketika kebanyakan umat Kristen masih buta huruf, pengulangan secara lisan Pengakuan Iman Rasul ini seiring dengan Doa Bapa Kami dan Sepuluh Perintah Tuhan (Dasa Titah) membantu melestarikan dan menyebarkan iman Kristiani dari gereja-gereja Barat. Pengakuan Iman Rasul tidak memiliki peran di Gereja Ortodoks Timur.

Versi tertulis yang paling awal kemungkinan adalah Kredo Tanya Jawab Hipolitus (sekitar 215 M). Versi yang sekarang pertama kali ditemukan di dalam tulisan-tulisan Caesarius dari Arles (wafat 542). Pengakuan Iman Rasul ini rupanya digunakan sebagai ringkasan ajaran Kristen untuk calon-calon baptisan di gereja-gereja Roma. Oleh karena itu dikenal juga sebagai Symbolum Romanum (Roman Symbol). Dalam versi Hipolitus, Pengakuan Iman ini diberikan dalam bentuk tanya jawab dengan calon baptisan yang kemudian mengakui bahwa mereka percaya tiap pernyataan.

 

Hal Yang Melatarbelakangi Munculnya Pengakuan Iman  Rasuli

Aliran-aliran sesat seperti “Gnostik dan Doketisme” termasuk kelompok yang berkembang pada masa gereja mula-mula. Guna melawan ajaran tersebut,  bapa-bapa gereja menyusun rumusan “Pengakuan Iman Rasuli” yang memuat unsur-unsur:  Aku percaya kepada Allah Bapa,  Aku percaya kepada Kristus Yesus,  Aku percaya kepada Roh Kudus.

Dalam surat Uskup Mercellus dari Ankyra yang hidup tahun AD 340 ditemukan kutipan rumusan Pengakuan Iman Rasuli tersebut dalam bahasa Yunani. Oleh Rufinus (meninggal AD 410) teksnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diberi judul “Symbolum Apostolorum” ( Pengakuan Iman Para Rasuli). Sampai sekarang telah menjadi milik seluruh gereja di dunia.

 

Makna Pengakuan Iman Rasuli

Jika seseorang berkata “Aku percaya” maka itu artinya dia tidak sekedar mengakui adanya Tuhan, beragama, menyetujui keberadaan Tuhan, menjalankan ibadat/kehidupan yang baik. Atau  menghormati Alkitab sebagai Firman Tuhan.  Tetapi “percaya” adalah tindakan iman, yang menuntun kita menjalani hidup sesuai dengan Firman Allah. Hal itu, sebenarnya bukan karena hasil usaha manusia, melainkan karena pimpinan Roh Kudus yang menuntun seseorang bersekutu dengan Allah (Ef 2:8-9).

Mantap berkata “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi” berarti menyatakan pada dunia, bahwa orang percaya kepada Allah yang dipanggil sebagai Bapa.

Pengakuan tersebut bermakna, seluruh hidup manusia dalam genggaman tangan Allah, sebab Dia Mahakuasa.  Seluruh pergumulan dan masalah dapat disampaikan dan diselesaikan Allah karena Dia Bapa kita.

Pengakuan kedua adalah “Aku percaya kepada Yesus Kristus!”  Pengakuan itu merupakan inti dari iman Kristen. Dialah Anak Allah Bapa Yang Tunggal, Tuhan kita. Rumusan ini dibuat sebagai respon terhadap kalangan yang mengaku Kristen namun tidak mengakui ketuhanan Yesus, seperti  Arianisme dan Ebionisme (abad AD 2-3).
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemahaman iman diantara jemaat, maka gereja merumuskan “Pengakuan Iman” sebagai penegasan.

Yesus yang disebut Kristus adalah Tuhan. Yesus adalah Allah yang sejati. Dialah Juruselamat yang datang dari Allah untuk menyelamatkan dunia dan manusia (Mat 1:21). Dialah Kristus (Ibraninya Mesias) yaitu Dialah yang diurapi oleh Allah menjadi Nabi, Imam dan Raja yang tiada taranya. Dialah Anak Allah Yang Tunggal, sungguh-sungguh Tuhan, artinya : dalam kedatangan Yesus itu sebenarnya Allah sendiri yang mendatangi manusia dengan membawa keselamatan yang daripadaNya. Pengakuan, “Aku percaya kepada Allah Bapa……. Dan kepada Yesus Kristus….” merupakan penyataan yang sederajat karena kualitas ilahi keduanya sama.

Yesus itu manusia sejati, seperti halnya manusia lain, Yesus dikandung secara normal dan dilahirkan di Betlehem seperti bayi-bayi lainnya.  Ia dikandung daripada Roh Kudus sebagai hakekat ilahi yang nyata.Ia lahir dari seorang anak dara bernama Maria.  Kalimat “dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria” tidak boleh diartikan, bahwa ada suatu perkawinan antara Roh Kudus Allah sebagai Bapa dengan Maria sebagai ibu. Konsep itu harus dipahami secara rohani, karena peristiwa kelahiran Yesus Kristus adalah soal rohani, tidak bisa dimengerti secara akal budi.(I Kor 2:13).

Yesus harus mengalami penderitaan dan sengsara, bukan karena kesalahanNya sendiri.Tetapi,   Ia menyamakan diriNya dengan umat manusia.

Yesus Datang Untuk Menghakimi. Dalam pemahaman teologis yang semakin matang para rasul sadar, masa penantian dalam pengharapan kedatangan Yesus kedua kali merupakan hari-hari terakhir atau akhir zaman (bdk Kis 2:17; 1 Tes 4:13-18 khusus kita temukan dalam keseluruhan Kitab Wahyu). Masa itu pasti akan datang, tapi ada tanda-tanda yang akan mendahului untuk menjadi peringatan bahwa dunia dan umat manusia menuju pada hari pengadilan (bdk Mat 16:3, 24:3-14).

Pada rumusan Iman Rasuli,  juga dinyatakan “Aku percaya kepada Roh Kudus.”  Roh Kudus Adalah Allah. Kedatangan Roh Kudus yang sudah dijanjikan oleh Tuhan Yesus dalam Yohanes 14 : 15 diriwayatkan kedatanganNya dalam Kis 2. Terjadi tanda-tanda yang luar biasa dan mengagumkan : mereka berbahasa yang belum mereka pelajari, penuh kuasa dan keberanian memberitakan Injil, bersatu dan berkumpul setiap saat dalam pujian dan sukacita surgawi. Pada peristiwa pentakosta inilah berdirilah Gereja Tuhan pertama kali (Yoh 15:26-27, Kis 1:8).

Roh Kudus adalah Allah itu sendiri. Pernah dalam sejarah gereja dipertanyakan apakah Roh Kudus adalah Allah ? Dalam Konsili di Konstantinopel (AD381) gereja memutuskan untuk mengutuk ajaran Ananisme dan Masedonianisme yang bukan saja menolak Yesus adalah Tuhan, tapi juga menyangkali keilahian Roh Kudus.
Gereja dengan tegas menyatakan : Roh Kudus adalah Allah yang sejajar dalam keilahian dengan Allah Bapa dan Allah Anak / Yesus.

Mengenai  hakekat Gereja.  Juga dinyatakan secara mendalam.  Gereja  itu organisme, yaitu orang-orang yang sungguh menanggapi dan menjawab dalam iman dari panggilan Allah untuk mendapat bagian dalam karya keselamatan Kristus. (1 Petrus 2:9).

Gereja yang Kudus artinya persekutuan orang-orang yang dikuduskan oleh Allah sendiri. Roh Kudus sebagai pribadi ketiga Allah Tritunggal mendiami gerejaNya, dalam berkarya, menuntun, membimbing pada kesaksian yang sesuai dengan kehendak Allah.

Gereja adalah yang Am (universal) dalam arti keanggotaannya mencakup semua orang-orang percaya pada Yesus dari berbagai macam suku bangsa di seluruh permukaan bumi ini. Berarti gereja adalah satu. Sekalipun terdiri dari berbagai macam denominasi dan aliran, asalkan mereka percaya pada esensi iman Kristen yang dilandaskan pada keselamatan Kristus dan Alkitab sebagai firman Allah satu-satunya. Orang-orang pilihan tersebut disatukan oleh satu Tuhan, satu iman dan satu baptisan.

Gereja adalah apostolik dalam arti pengajaran para rasul yang adalah Firman Tuhan yang kudus merupakan dasar dari gereja. Artinya, gereja harus dikelola dengan otoritas dari pengajaran para rasul Tuhan Yesus. Di dalam Tuhan ada anugrah, karena itu ada “Pengampunan Dosa.” Karena diampuni, orang percaya beroleh jaminan kebangkitan tubuh dan hidup yang kekal.[berbagai sumber/wic]

https://bethany.or.id/wp-content/uploads/2015/02/PENGAKUAN-IMAN.jpg 520 800 s1nod3adm https://sinode.gbu.co.id/wp-content/uploads/2025/04/logo-sinode-admin-bethany-web-copy-300x87.png s1nod3adm2025-04-16 08:15:192025-04-28 02:27:21Sekilas Tentang Pengakuan Iman Rasuli
Page 1 of 212
Search Search

Latest News

  • Penyaliban, Hukuman Mati yang Ngeri dan KejiApril 18, 2025 - 8:16 am
  • Pentahbisan Gembala Jemaat Gereja Bethany Nginden SurabayaApril 18, 2025 - 8:14 am
  • Memaknai Doa dan Puasa dalam Hidup Sehari-hariApril 16, 2025 - 8:17 am
  • Pohon ARA Pernah Dikutuk, Buahnya Ternyata BermanfaatApril 16, 2025 - 8:16 am
  • Dimanakah Gunung sinai itu?April 16, 2025 - 8:16 am

SITUS RESMI SINODE GEREJA BETHANY INDONESIA

Mewujudkan kebersamaan Pelayanan di dalam pengabdian kepada Tuhan Yesus Kristus dan jemaatNya melalui ikatan persekutuan “Successful Bethany Families.”

© Copyright - Bethany.or.id
  • Link to Youtube
Scroll to top Scroll to top Scroll to top