they all love a thick rod.www.xxx-porn.center
Comments are off for this post

Dimanakah Gunung sinai itu?

BETHANY.OR.ID-Tiga bulan sejak meninggalkan bumi Mesir di bawah pimpinan Musa yang mampu menghindar dari penyergapan pasukan Firaun Rameses II, rombongan ribuan orang Israel berikut ternak yang dibawanya, beristirahat di kaki “Gunung Sinai” yang dikelilingi gurun. Mereka memasang tenda-tenda besar dan menempati areal puluhan hektar gurun itu, menunggu perintah Musa untuk melanjutkan perjalanan menuju tanah Kanaan. Di puncak gunung itulah Musa menerima 10 Hukum dari  Allah.

Situasi Sinai kini sudah jauh berubah, meskipun secara geologis tidak berubah sejak era Perjanjian Lama. Semenanjung gurun itu berbentuk segitiga, di mana di bagian utaranya merupakan “jembatan” antara benua Afrika dengan benua Asia. Berbatasan dengan Teluk Suez di barat-daya, Laut Merah di selatan, Teluk Aqaba di tenggara dan Laut Tengah di utara.

Luasnya 60.714 km2 dalam bentuk dataran paling tinggi 2.637 meter di Gunung Katarina (Mount Catherine). Dua pertiga wilayahnya berbentuk dari ketinggian melandai rata-rata 900 meter hingga ke pantai Laut Tengah. Kawasan tersebut berbentuk perbukitan dan jurang-jurang yang ‘kasar” di arah selatan, dengan puncak gunung tertinggi 2.286 meter di Jabal (Jubal) Musa. Buminya rata-rata panas dan hujan hanya 245 mm setahunnya. Kalau zaman bahuela boleh dikata tak berpenghuni, namun kini berpenduduk 200.493 jiwa (1986), termasuk kelompok-kelompok nomad bangsa Badui yang hidup dari penggembalaan ternak dan sebagian menanam gandum di tempat-tempat yang ada sumber airnya. Di era kerajaan Mesir kuno, menguasai bagian utara dan barat semenanjung itu.

Gaya Cerita Detektif.

Di semenanjung tandus itulah terletak Gunung Sinai. Tapi, dari begitu banyak jajaran pegunungan, mana yang disebut dalam Perjanjian Lama itu sebagai tempat Musa menerima perintah Allah? Memang ada perkiraan, Gunung Sinai itu kalau bukan yang disebut Jabal Musa yang puncaknya cukup tinggi, atau puncak Ras es-Safsafeh. Keduanya terletak di bagian selatan semenanjung tersebut.

Mencari secara tepat lokasi itu, bagaikan gaya cerita detektif dengan menjejaki kisah Perjanjian Lama, sebagaimana yang dilakukan ahli sejarah Gordon Gaskill bersama isterinya (awal 1973). Hasil penyelidikan keduanya yang ditulis berjudul “Gunung Mana Yang Telah Didaki Musa?”  itu secara ringkas kami kisahkan kembali dalam Tabloid.
Berbekal petunjuk dari Alkitab, peta dan rasa ingin tahu, keduanya menuju Gurun Sinai. Lokasi yang dihormati oleh penganut Taurat (Yahudi), Kristen dan Muslim, di mana Musa berbicara dengan Allah dan menurunkan sepuluh hukum.

Dalam Injil disebut nama puncak  Gunung Sinai dan kadangkala Gunung Horeb. Karenanya, mereka tanpa berharap sukses menapak-tilas perjalanan Musa lebih dari 3200 tahun lalu, mengarahkan perjalanan-nya ke puncak Jebel Musa (Gunung Musa) yang terletak di ujung selatan Semenanjung Sinai. Sekaligus mengunjungi lusinan bukit-bukit di mana para pakar yang berbeda-beda mengklaim, bahwa gunung atau puncak bukit yang dipercayai mereka sebagai Gunung Sinai. Pada hal, jarak antara satu dengan gunung yang dipercaya tersebut terpisah sekitar 250 kilometer dan berada di kawasan Jordania, Arab Saudi, dan kawasan Sinai Mesir. Bersama keduanya ialah Prof. Menashe Har-El, ahli Injil asal Israel.

Dalam kitab Keluaran dan Bilangan, memang disebut-sebut setiap tempat yang disinggahi Musa bersama umat Israel. Namun, dalam peta masa kini, nama-nama kuno itu sedikit sekali yang bisa diketahui, di mana itu.
Begitu rombongan eksodus itu tiba di seberang, lalu ke mana me-reka pergi dan seberapa jauh? Teori pakar Israel itu berbeda tajam de-ngan pendapat para pakar terdahulu. Dalam Keluaran 5:3 tertulis: “Musa berkata kepada Firaun, “ Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allah kami.” Dalam Keluaran 8:17-28 hal itu diulang: “Kami akan pergi dalam perjalanan selama tiga hari ke alam liar…”. Dan jawab Firaun: “ Baik, aku akan membiarkan kamu pergi untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, Allahmu, di padang gurun. Hanya janganlah kamu pergi terlalu jauh..”

Menurut profesor itu, apa yang dinyatakan itu menurut ukuran tradisional, lokasinya sangat jauh dari ujung Semenanjung Sinai. Hampir 220 kilometer dan bisa ditempuh 3 hari berjalan kaki.  Tentu saja, perjalanan yang disebut ‘normal’ sebagai “perjalanan dalam hitungan hari” itu menjadi lebih panjang, karena umat Musa yang ribuan tersebut banyak yang sudah tua, sakit-sakitan, yang masih anak-anak, berikut kawanan ternak yang dibawa. Tentu perjalanan yang merambat dan beristirahat dengan mendirikan tenda-tenda serta api unggun. “Perjalanan tiga hari” itu bagi orang Israel tersebut sekurang-kurangnya selama satu bulan. Dan ke mana arahnya?
“Jadi, untuk mengetahui jalur perjalanannya, kita harus mengetahui tiga titik per-kemahan utama dalam perjalanan mereka.” katanya. Dari dua titik penting, yakni  Mara dan Elim (Kejadian 15:23-27), dan yang ketiga adalah Refidim (Keluaran 17:1-6).

Menyusuri Sumber Air.

Di Mara, airnya sangat pahit, sehingga untuk menjadikan air tawar, Musa menggunakan tongkat kayu mujizatnya. Menurut perkiraan sang profesor, tempat itu adalah gurun pasir yang kini berada di sebelah timur Suez yang modern,yang oleh orang-orang Arab dinamainya Bir el Murah (sumur pahit). Dalam Injil, perjalanan eksodus itu menempuh gurun tanpa air selama 3 hari untuk mencapai Mara. Dari tempat itu perjalanan sehari mencapai Elim, di mana terdapat 12 sumber air serta 10 pohon kurma. Jaraknya kira-kira 9 kilometer dari Murah, di mana hingga kini terdapat oasis yang dinamai orang Arab sebagai Ayun Musa (Sumber Air Musa). Sedangkan perhentian ketiga yang penting adalah Refidim. Lokasi itu penting diketahui, karena  Allah berkata kepada Musa: “Ingat, Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung…. Horeb”. Kalau sudah menemukan lokasi Refidim, menjadi dekatlah Gunung Sinai-Horeb. Hanya selepas pandang saja.

Akan tetapi, untuk mencapai tempat tersebut, orang-orang Israel masa itu harus menempuhnya sehari penuh menyusuri kawasan tandus sepanjang pantai dari Elim, lalu membelok ke arah pedalaman. Dengan menaiki jeep menyusuri pantai, ketiga orang itu tiba di suatu wadi (gurun) luas yang dinamai Wadi Suder, dengan jalur saluran air yang kering dan akhirnya mencapai perbukitan tandus. Menurut Har-El, mengapa Musa membelok dari jalur pantai laut ke pedalaman, karena masuk di akal, sebab dengan menyusuri gurun tersebut akan dapat menemukan sumber-sumber air. Dia berpendapat, di tempat itulah Refidim, dan menyatakan, bahwa pegunungan rendah yang berpuncak tajam-tajam bagaikan sederetan gigi raksasa tersebut kemungkinan adalah Gunung Sinai.
“Namanya sekarang adalah Sinn Bishr (nama Arab), yang bila diterjemahkan berarti ‘pernyataan tentang hukum’ atau ‘hukum tentang manusia’.” Ditambah-kannya, bahwa jarak dari penyeberangan di Danau Pahit juga tepat, yakni sekitar 55 km bila melalui Jalan Raya 55, di mana masa Musa itu berarti 3 hari perjalanan!

Ketika berada di dekat puncak bukit itu, ketiganya mencari-cari jenis dua bebatuan yang digunakan Musa sebagai papan-tulis untuk ditulisi (disebut tablet) tentang Hukum, di mana dalam kemarahannya Musa menghancurkan salah satu papan batu itu dan mengutipnya pada papan batu satunya. Di sekitar tersebut jenis batunya lunak seperti batu kapur. Mudah dipotong, diukir dan dipecah-pecah berkeping-keping.  Di tempat yang tak jauh dari situ, jenis batunya adalah granit, keras.

Lalu dicari pula sumber air orang-orang Israel yang dinamai Ritmah. Letaknya sekitar 15 km dari Sinn Bishr. Akan tetapi yang tidak bisa ditemukan, adalah sisa-sisa batu tablet yang dibanting Musa, entah tertimbun di mana setelah lewat waktu sekian ribu tahun.

“Di Luar” Dunia.

Perjalanan mereka dilanjutkan arah selatan, lokasi para peziarah yang percaya di sanalah Gunung Musa.  Begitu melewati kota cilik Abu Rudeis, mengarah ke pedalaman dan dataran tinggi berbukit-bukit liar dan gurun. Di hari kedua, berkendara jeep hanya satu jam, Har-El menunjuk beberapa puncak bukit yang dianggap sebagai gunung keramat. Di ketinggian 7 ribu meter di atas permukaan laut, mereka memasuki semacam lembah dan terhenti oleh keberadaan sebuah biara kuno, St. Catherine (Santa Katarina). Biara dengan gerejanya yang antik itu dibangun tahun 340 SM oleh Santa Helena, berlokasi di kaki (yang dipercaya mereka) Gunung Sinai. Pada tahun 530 saat kekaisaran Bizantin di bawah kaisar Yustinian, dibuatlah tembok mengelilingi kompleks biara itu.  Menurut mereka, di tempat itu Musa berbicara kepada Allah yang keluar dari semak belukar yang terbakar.

Menurut Gordon Gaskill, belum pernah melihat tempat begitu terpencil, sehingga lebih sesuai berada di “di luar dunia”. Tempat yang dilupakan oleh dunia. Dalam ekspedisi 1947 oleh para pakar Amerika, menjadi kaget saat berbincang dengan  Pastor Pachomius, bahwa dia belum pernah melangkahkan kaki keluar biaranya dan tidak pernah mendengar tentang Perang Dunia I maupun Perang Dunia II.

Dekat dengan dinding selatan biara itu berdiri tegak lurus tebing gunung yang sebagian waktu se-tiap harinya meneduhi biara tersebut dari sinar matahari. Untuk mencapi puncak gunung itu perlu waktu dua atau tiga jam melalui 3 ribu anak tangga yang ditakik oleh para biarawan di situ. Di puncak terdapat tanah yang datar yang penuh dengan benda atau tanda secara tradisional tentang Musa. Kata orang, di tempat itu Musa selama 40 hari siang dan malam, Musa berkomunikasi dengan Allah pada sebuah gua kecil yang ada di situ. Sebuah masjid dan kapel cilik Kristen berdiri di sana. Dari ketinggian tersebut, dapat melihat hamparan luas gurun pasir dan teluk-teluk, serta sinar matahari yang lembayung ketika mataharinya telah tenggelam di benua Afrika utara.

Di pagi buta, ketiganya dibangunkan oleh dentang gereja biara, yakni 33 kali, yang secara tradisional setiap dentang itu menandai tahun usia Yesus. Di tempat itu, para peziarah Kristiani mulai membuat minuman kopi, sekelompok peziarah petualang  Yahudi keluar dari kantong-tidurnya, sedangkan pengemudi jeep mereka yang beragama Islam mulai sembahyang subuh, menghadap arah selatan ke Kaabah di Mekkah, yang letaknya tidak begitu jauh dari situ. Gaskill merasakan, bahwa tak ada tempat di dunia seperti di situ. Toleransi damai dalam beragama.
“Memang benar, kalau Yerusalem juga dihormati oleh kaum Kristiani, Muslim dan Yahudi, akan tetapi masing-masingnya berbeda agama karena alasan sejarah.” katanya.

Saat meninggalkan lokasi tersebut melalui gurun dan matahari yang muncul dan seolah bergerak cepat dari arah Saudi Arabia, menjadikan puncak Gunung Musa  bermandikan cahaya keemasan.
Kesan mereka, tak terlupakan ungkapan kuat dari Kejadian “guruh dan halilintar, awan tebal di atas gunung….dan Gunung Sinai diselimuti asap, sebab Allah keluar dari dalam api.” (sumber: Reader’s Digest, July 1973; The Lion Encyclopedia of the Bible, 1978;Grolier Encyclopedia of Knowledge/as/aw/sgbi)

Comments are closed.